
SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) kembali menorehkan prestasi akademik di tingkat internasional. dr. Firas Farisi Alkaff, PhD, dosen muda yang baru menuntaskan studi doktoralnya di University Medical Center Groningen (UMCG), Belanda, berhasil membukukan 68 publikasi ilmiah internasional terindeks Scopus. Jumlah itu menjadi rekor terbanyak yang pernah dicapai pada Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Unair sehingga meraih rekor MURI dimana penghargaan tersebut diserahterimakan hari ini, Senin (11/8/2025) di Aula FK Unair, Surabaya.
Dari total publikasi tersebut, 38 artikel (56%) merupakan original article, 14 artikel (21%) berbentuk review, tiga artikel (4%) berupa letter to the editor, dan 13 artikel (19%) berupa laporan kasus. Berdasarkan peringkat jurnal Scopus, 35 artikel (52%) terbit di jurnal bereputasi Q1, 11 artikel (16%) di Q2, 18 artikel (27%) di Q3, dan hanya empat artikel (6%) di Q4.
Firas juga aktif mempresentasikan risetnya di forum ilmiah internasional bergengsi seperti American Society of Nephrology (ASN), European Renal Association (ERA), Dutch Transplant Association, dan Dutch Complement Network. Ia bahkan terpilih sebagai salah satu peneliti muda untuk ajang bergengsi Lindau Nobel Laureate Meeting.
Penelitian doktoralnya menyoroti aktivasi sistem komplemen dan biomarker cedera tubulus serta fibrosis pada pasien penyakit ginjal kronis dan penerima transplantasi ginjal. Kepedulian ini berangkat dari fakta bahwa angka keberlangsungan hidup lima tahun pasien gagal ginjal stadium akhir yang menjalani terapi cuci darah di Indonesia hanya 77%, jauh di bawah angka global penerima transplantasi ginjal yang mencapai 95%.
Kini, Firas yang ibunya merupakan dosen PENS yaitu Associate Professor Elly Purwantini, M.Kom., itu masih aktif meneliti di UMCG dan terlibat dalam TransplantLines, salah satu studi kohort terbesar untuk pasien transplantasi ginjal di Belanda. Ia bertekad membangun studi kohort serupa di Indonesia agar riset kesehatan nasional semakin kuat dan diakui dunia.
“Prestasi ini bukan hanya kebanggaan pribadi, tetapi juga bukti bahwa peneliti Indonesia mampu bersaing di panggung global jika diberi kesempatan, dukungan, dan lingkungan riset yang memadai,” ujar pria yang ayahnya juga merupakan dosen di ITS Surabaya, Prof. Ir. Abdullah Alkaff, M.Sc., Ph.D. itu.
Capaian ini diharapkan menjadi inspirasi bagi dosen dan peneliti muda Indonesia untuk terus berinovasi, berkarya, dan memperluas jejaring riset internasional. (*)
Editor: Abdel Rafi



