Saturday, December 6, 2025
spot_img
HomePendidikanPungutan Terselubung di Sekolah Negeri Kian Marak, Jakarta Institut: Ini Sudah Menjurus...

Pungutan Terselubung di Sekolah Negeri Kian Marak, Jakarta Institut: Ini Sudah Menjurus Pemaksaan!

Peneliti Jakarta Institut, Agung Nugroho. (foto: ist)

JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Menjelang tahun ajaran baru 2025/2026, keresahan orang tua siswa kembali mencuat. Di berbagai daerah, muncul dugaan praktik “pungutan terselubung” di sekolah negeri, mulai dari SD hingga SMA/SMK. Modusnya bukan lagi lewat sekolah langsung, melainkan lewat komite sekolah dan koordinator kelas (korlas), sehingga terkesan legal, namun sebenarnya menyalahi aturan.

Jakarta Institut, lembaga riset kebijakan publik, menyoroti fenomena ini sebagai bentuk pelanggaran hak atas pendidikan yang bebas pungutan. Menurut Agung Nugroho, peneliti pendidikan di lembaga tersebut, praktik ini marak terjadi saat momen awal tahun ajaran baru.

“Bentuknya disebut sumbangan, tapi nilainya ditentukan, tenggat waktu ditetapkan, dan bahkan diumumkan siapa yang sudah atau belum bayar. Ini menciptakan tekanan psikologis, dan itu sudah masuk kategori pemaksaan,” kata Agung dalam keterangannya pada media ini, Sabtu (12/7/2025).

Jakarta Institut pun mengungkap beberapa temuan lapangan yang memperlihatkan pola serupa seperti di Kabupaten Bojonegoro. Salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Timur itu,  orang tua siswa SMP Negeri 1 Kasiman mengaku diminta membayar Rp700.000,- per anak untuk pembangunan aula sekolah. Dana dihimpun oleh komite, tanpa mekanisme transparansi.

“Kasus ini dilaporkan ke LBH Kinasih dan disebut berpotensi masuk ranah pidana,” papar Agung.

Tidak hanya di Jatim, lanjutnya, di Jawa Barat juga ada kejadian serupa. Tepatnya di SMKN 13 Bandung dimana orang tua siswa kelas 11 diminta menyetor Rp5,5 juta per anak.

“DPR RI Komisi X sudah menyoroti kasus ini, dan Dinas Pendidikan Jabar sedang melakukan verifikasi,” tukas Agung menambahkan..

Selain di Jatim dan Jabar tersebut, kejadian kurang lebih sama terjadi di SMP Negeri 1 Paliyan, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Di sekolah tersebut,  orang tua diminta membayar “sumbangan” ratusan ribu rupiah tanpa proses musyawarah dan transparansi.

Tak hanya di Jawa, di Sumatera Selatan misalnya, Komite SMAN 3 Pulau Rimau, Banyuasin tetap memungut dana pembangunan pagar sekolah, meski ketua komite sebelumnya tersandung kasus korupsi. Pernyataan terbuka soal pungutan ini memicu kecaman publik,” tukasnya.

Agung pun menyebutkan bahwa praktik-praktik yang dilakukan banyak oknum di sekolah tersebut melanggar berbagai regulasi seperti Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 yang melarang komite sekolah melakukan pungutan kepada orang tua; Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 yangelarang pungutan menjadi syarat kegiatan belajar atau kelulusan dan Panduan MPLS 2025 yang melarang sekolah memungut biaya selama Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah.

“Yang paling dirugikan adalah keluarga menengah ke bawah. Mereka sering merasa malu kalau tidak mampu ikut iuran, dan anak-anak pun bisa jadi korban diskriminasi,” tegas Agung.

Karena itu, Jakarta Institut mendorong Dinas Pendidikan di tiap level pemerintahan di daerah, untuk memperketat pengawasan terhadap praktik pungutan ilegal ini. Di sisi lain, Agung juga menyerukan agar para orang tua berani bertanya, menolak, dan melapor.

“Sekolah negeri itu dibiayai oleh negara. Kalau pungutan tidak sah, laporkan saja ke Lapor.go.id, Laporpungli.id, atau Ombudsman RI. Pendidikan adalah hak, bukan beban iuran,” pungkasnya.(*)

Editor: Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular