Saturday, December 6, 2025
spot_img
HomeEkonomikaPemerintah Tak Boleh Diam, Pakar: Driver Ojol Butuh Perlindungan!

Pemerintah Tak Boleh Diam, Pakar: Driver Ojol Butuh Perlindungan!

Ilustrasi driver ojol. (foto: Sulaiman Rhosyid/Cakrawarta)

SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif ojek online (ojol) menuai sorotan tajam dari kalangan akademisi. Kenaikan tarif yang diklaim demi meningkatkan kesejahteraan mitra pengemudi dinilai belum tentu membawa dampak positif, bahkan berpotensi menciptakan beban baru bagi masyarakat dan memperdalam ketimpangan ekonomi digital.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (FEB Unair) Prof. Dr. Rossanto Dwi Handoyo, Ph.D, dalam keterangannya pada media ini, Sabtu (12/7/2025), menilai kebijakan ini harus ditinjau dengan cermat dan penuh kehati-hatian.

“Perlu diklarifikasi dulu, apakah benar kenaikan tarif ini semata-mata demi kesejahteraan driver? Atau justru hanya akan memunculkan beban tambahan bagi masyarakat luas?” ujar Rossanto.

Menurutnya, tak ada jaminan bahwa kenaikan tarif akan otomatis meningkatkan pendapatan pengemudi. Tanpa sistem distribusi yang adil dan transparan, kebijakan ini justru bisa memperparah ketidakpastian bagi para pekerja sektor informal digital.

“Idealnya, kita tidak hanya bicara soal tarif naik. Yang jauh lebih penting adalah jaminan pendapatan minimum bagi mitra pengemudi. Kalau tidak, maka justru akan menambah ketidakpastian dan kerentanan ekonomi,” tegasnya.

Rossanto mengingatkan bahwa sektor ojol bisa melahirkan kelompok masyarakat miskin baru jika tidak dikelola secara adil. Ia mencontohkan, garis kemiskinan Indonesia saat ini berada di kisaran Rp600 ribu per kapita per bulan. Untuk satu keluarga beranggotakan empat orang, setidaknya dibutuhkan Rp2,4 juta agar bisa hidup layak.

“Jika pengemudi ojol sebagai kepala keluarga bekerja penuh waktu tapi tak mampu memenuhi kebutuhan dasar keluarganya, maka kita sedang menghadapi masalah serius,” jelasnya.

Guru besar ekonomi FEB Unair Prof. Rossanto Dwi Handoyo, SE., MSi., PhD. (foto: dokumen pribadi)

Ia menekankan bahwa kondisi tersebut menunjukkan sistem yang tidak berpihak pada keadilan sosial.

“Ini bukan hanya soal efisiensi teknologi atau kemudahan layanan. Ini soal keadilan ekonomi dan hak dasar para pekerja digital untuk hidup layak,” ujarnya.

Lebih lanjut, Rossanto menegaskan bahwa negara tidak boleh hanya jadi penonton dalam menghadapi transformasi digital yang menyentuh langsung kehidupan jutaan rakyat kecil.

“Kalau kita serahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar, maka yang kuat akan semakin kuat dan yang lemah akan terus terpinggirkan. Negara harus hadir sebagai penyeimbang dan pelindung,” ungkapnya.

Karena itu, Rossanto mengajak pemerintah melihat isu kenaikan tarif ojol ini sebagai bagian dari pekerjaan rumah besar untuk membangun ekosistem ekonomi digital yang adil, inklusif, dan berkelanjutan.

“Kebijakan ini tidak boleh dilihat semata-mata sebagai solusi jangka pendek. Harus menjadi bagian dari desain kebijakan nasional yang melindungi pekerja informal digital dari kemiskinan dan ketidakpastian,” pungkasnya.(*)

Editor: Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular