Thursday, November 7, 2024
spot_img
HomeGagasan70 Tahun Indonesia Merdeka: Sebuah Kontemplasi

70 Tahun Indonesia Merdeka: Sebuah Kontemplasi

Logo: ManNusantara Desain Indonesia
Logo: ManNusantara Desain Indonesia

Hari ini tepat 70 tahun sudah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya dari kolonialisme. Melalui Pancasila dan UUD 1945 kita bangsa Indonesia berharap dapat mewujudkan masyarakat adil, makmur dan sejahtera. 7 presiden sudah mempimpin dan 7 dekade telah berlalu. Segelintir manusia Indonesia telah meraih materi lebih dari apa yang mereka impikan. Namun ratusan juta orang masih bergelut dengan penderitaan lahir batin dan harus hidup dengan pendapatan dibawah 2 USD/orang tiap harinya.

Segelintir orang yang meraih kekayaan berlebihan itu justru mayoritas orang yang hampa jiwanya. Kering rasa kemanusiaan dan cinta. Tak peka terhadap rasa keadilan. Keserakahan dan dendam memenuhi alam pikirnya. Tak ada empati dan simpatinya untuk bangsa dan rakyat. Hanya mengejar haknya dan memenuhi kewajiban formalnya secara terpaksa. Mayoritas mereka tak peduli pada bangsa dan negara ini. Mau runtuh atau hancur berkeping bangsa ini mereka seolah “Emang Gue Pikirin”. Akibat keserakahan mereka -para mafia itu- kita menjadi bangsa dan negara paria bukan hanya di dunia bahkan di kawasan Asia Tenggara dimana kita pernah dihormati dan disegani.

Kemerdekaan yang kita raih hanya jasad bukan roh dan jiwa, kata seorang teman. Bahkan kini kita sedang menuju ke era dijajah secara pisik dan mental lagi. Kita sedang menuju ke titik dimana akan kehilangan bangsa dan negara ini (kembali). Berlebihan kah pikiran ini? Taufiq Ismail, penyair kebanggaan kita mengingatkan dalam salah satu penggalan puisinya:

Kita hampir paripurna menjadi bangsa yg porak poranda.

Terbungkuk dibebani hutang dan merayap melata sengsara di dunia.

Pergelangan tangan dan kaki Indonesia diborgol di ruang tamu Kantor Pegadaian Jagat Raya,

dan dipunggung kita dicap sablon besar besar tahanan IMF dan penunggak hutang Bank Dunia

Kita sudah jadi bangsa kuli dan babu,menjual tenaga dengan upah paling murah sejagat raya.

Negeri kita tidak merdeka lagi, kita sudah jadi negeri jajahan kembali.

Selamat datang dalam zaman kolonialisme baru, saudaraku.
Dulu penjajah kita satu negara, kini penjajah multi kolonialis banyak bangsa.

Mereka berdasi sutera, ramah tamah luar biasa dan berlebihan senyumnya.

Makin banyak kita meminjam uang, mereka makin gembira karena leher kita makin mudah dipatahkan.

Mereka mengira bahwa dengan mengikuti agenda demokrasi liberal seperti melakukan pesta besar dalam wujud pilkada langsung serentak di seluruh Indonesia itu, maka akan menghasilkan pemimpin daerah yang lebih baik dan rakyat akan sejahtera. Bahkan banyak intelektual dan pengamat yang berapi api dengan nada optimis mendukung pikiran diatas.

Padahal fakta dan indikator dari pilkada yang telah lalu terbukti hasilnya:”..Ratusan bupati menjadi tersangka dan puluhan gubernur jadi terduga korupsi. Rakyat makin banyak yang miskin, daerah-daerah makin kering kerontang karena sumber daya alamnya dikuras untuk biaya suksesi kekuasaan, segerombolan birokrat dan aparat makin serakah dan menurun nasionalismenya, keretakan sosial terjadi dimana mana.Rasa nyaman hidup menjadi sesuatu yang mahal. Fitnah dan dendam bertaburan dimana mana. Ilmu tipu-menipu dan saling mengakali dan mencurangi tumbuh dengan subur. Bahkan yang tadinya dikenal sebagai orang baik baik menjelma menjadi preman-preman politik….”

Lantas apa yang ingin tuan raih dari seremoni demokrasi super liberal yang oleh para pendiri bangsa di tahun 1950an sudah dicerca habis habisan itu? Hanya keledai yang berulang-ulang terjatuh, terantuk batu yang sama. Apakah berkenan tuan-tuan disamakan dengan keledai? Atau tuan-tuan hanya ingin “menikmati proses” PROSES (karena ada trilunan proyek pengadaan, melimpah uang mahar, bertaburan amplop honor, berseliweran dana-dana hasil pengibulan)? Apakah ini yang dinamakan mengurus negara=mengurus proyek? Entahlah.

M. HATTA TALIWANG

Anggota DPR RI 1999-2004 F-Reformasi

Penulis Buku “Republik Di Ujung Tanduk”

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular