Monday, December 22, 2025
spot_img
HomeEkonomikaViral Gerai Tolak Pembayaran Tunai, FKBI: QRIS Tunggal Berpotensi Melanggar Hukum!

Viral Gerai Tolak Pembayaran Tunai, FKBI: QRIS Tunggal Berpotensi Melanggar Hukum!

Ilustrasi. (gambar: Cakrawarta)

JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Praktik gerai yang menolak pembayaran menggunakan uang tunai dan hanya melayani transaksi melalui QRIS menuai sorotan tajam. Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) menilai kebijakan tersebut berpotensi melanggar hukum dan merugikan hak konsumen.

Isu ini mencuat setelah beredar luas di media sosial sebuah video yang memperlihatkan seorang perempuan lanjut usia ditolak membayar dengan uang tunai di sebuah gerai roti karena toko tersebut hanya menerima pembayaran melalui QRIS. Kejadian itu bahkan memicu protes dari konsumen lain yang berada di lokasi.

Pegiat perlindungan konsumen sekaligus Ketua FKBI, Tulus Abadi, menegaskan bahwa menjadikan QRIS sebagai satu-satunya alat pembayaran tidak dibenarkan, baik dari sisi regulasi maupun realitas sosial masyarakat Indonesia.

“Uang tunai adalah alat pembayaran yang sah di Indonesia. Menolak pembayaran tunai berarti berpotensi melanggar Undang-Undang tentang Mata Uang dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen,” kata Tulus di Jakarta, Senin (22/12/2025) pagi.

Menurut Tulus, konsumen memiliki hak untuk memilih alat pembayaran, baik tunai maupun nontunai. Hak tersebut dijamin oleh regulasi, sementara dari sisi sosiologis, transaksi tunai hingga kini masih menjadi pilihan mayoritas masyarakat.

Ia mengingatkan, meskipun transaksi berbasis QRIS berkembang pesat dan semakin diterima, jangkauannya belum sepenuhnya merata. Literasi digital, akses teknologi, serta kondisi sosial ekonomi masyarakat Indonesia masih sangat beragam.

“Memaksakan satu sistem pembayaran justru berpotensi mendiskriminasi kelompok tertentu, seperti lansia atau masyarakat yang belum terbiasa dengan transaksi digital,” ujar Tulus.

Data menunjukkan, penggunaan QRIS di Indonesia memang tumbuh signifikan. Sepanjang 2024, transaksi QRIS mencapai 6,24 miliar kali dengan nilai Rp 659,93 triliun atau tumbuh sekitar 194 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah pengguna QRIS tercatat 52,55 juta orang dengan 33,37 juta merchant yang telah mengadopsinya.

Namun demikian, transaksi nontunai secara keseluruhan baru mencakup sekitar 20 persen dari total transaksi nasional. Sementara itu, transaksi tunai masih mendominasi sekitar 80 persen pada 2023, meski turun dari 84 persen pada 2022.

Tulus menilai, Bank Indonesia sebagai penggagas QRIS perlu mengingatkan para pelaku usaha bahwa QRIS bersifat opsional, bukan alat pembayaran wajib. Edukasi kepada merchant dan masyarakat dinilai penting agar tidak terjadi praktik yang melanggar hukum.

“QRIS adalah terobosan yang patut diapresiasi, tetapi tidak boleh meniadakan hak konsumen untuk membayar secara tunai,” ujarnya.

Ia juga mendorong kementerian terkait, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Koperasi dan UKM, untuk memperkuat edukasi kepada pelaku usaha agar tetap menyediakan pilihan pembayaran tunai.

Menurut Tulus, Indonesia memang berpotensi menuju masyarakat nontunai seperti negara-negara maju. Namun proses tersebut memerlukan masa transisi yang panjang, sosialisasi masif, serta penguatan regulasi.

“Kebijakan sistem pembayaran harus disesuaikan dengan karakter masyarakat Indonesia yang majemuk. Transisi ke cashless society tidak bisa dipaksakan,” kata Tulus.(*)

Kontributor: Tommy

Editor: Abdel Rafi 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular