Sunday, March 16, 2025
spot_img
HomeInternasionalTurki dan Indonesia Dinilai Bisa Jadi Poros Baru Kekuatan Geopolitik Dunia

Turki dan Indonesia Dinilai Bisa Jadi Poros Baru Kekuatan Geopolitik Dunia

Presiden Prabowo Subianto saat menyambut langsung Presiden Turki dan istri di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (11/2/2025) petang. (foto: Tim media Presiden)

Jakarta, – Kunjungan Presiden Recep Tayyip Erdogan bersama Ibu Negara ke Indonesia menjadi perhatian utama nasional maupun internasional. Erdogan tiba di Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta, pada Selasa (11/2/2025) petang.

Presiden Prabowo Subianto manyambut langsung Presiden Erdogan dengan upacara kenegaraan.

Hubungan kedua pemimpin negara ini sempat mendapat perhatian dunia, saat Presiden Erdogan menyenggol kursi Presiden Prabowo Subianto sesaat Erdogan meninggalkan ruangan ketika Presiden Prabowo mendapat kesempatan memaparkan pandangan Indonesia pada forum KTT D 8 di Kairo Mesir, Kamis, 19 Desember 2024 lalu.

Kunjungan kenegaraan Erdogan ke Indonesia 2 hari ini langsung menepis anggapan hubungan kedua Presiden itu renggang. Hubungan Turki dan Indonesia membentang panjang sejak abad 12 saat para pelajar Islam dari Turki yang berkunjung ke Indonesia yang berperan penting dalam persebaran Islam di Indonesia. Hubungan dengan Kesultanan Utsmaniyah berawal dari ekspedisi Utsmaniyah ke Aceh pada abad ke-16, saat Kesultanan Aceh berperang dengan Portugis di Malaka.

Turki adalah salah satu negara awal yang mengakui Indonesia pada 29 Desember 1949 dan langsung menjalin hubungan diplomatik dengan Indonesia pada 1950, pada April 10 April 1957 Kedutaan besar Turki didirikan di Jakarta.

Lawatan kenegaraan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan ini mengunjungi 3 negara di kawasan, yaitu Malaysia, Indonesia dan Pakistan. Salah satu isu yang dibawa oleh Presiden Turki dalam lawatannya ini termasuk isu Gaza, merespon usulan kontrovesial yang dikemukan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang berkeinginan merelokasi warga Palestina dari Gaza. Sontak usulan Trump ditolak oleh segenap negara-negara muslim termasuk Turki. Erdogan mengulang kembali penolakannya 10 Februari 2025 saat kunjungan ke Malaysia.

“Kami tidak menganggap usulan untuk mengasingkan warga Palestina dari tanah yang telah mereka tinggali selama ribuan tahun sebagai sesuatu yang harus ditanggapi dengan serius,” tegas Erdogan.

Syahganda Nainggolan, tokoh aktivis dan pengamat politik menganggap kunjungan Erdogan ke Malaysia, Indonesia dan Pakistan menunjukkan kekuatan yang bisa membuat poros baru kekuatan geopolitik dunia yang dapat membawa aspirasi dunia Islam, mengingat ketiga negara yang di kunjungi adalah negara-negara berpenduduk muslim terbanyak di dunia, Indonesia dan Pakistan.

“Kunjungan kenegaraan Presiden Erdogan ke Malaysia, Indonesia dan Pakistan memberi pesan kepada dunia sebagai bentuk keinginan bersama membangun hubungan berupa poros kekuatan geopolitik baru di dunia, prioritas utama adalah pembangunan kembali Gaza dan menolak relokasi warga Palestina di Gaza,” ujar Syahganda.

Sebelum ke Indonesia, Presiden Erdogan terlebih dulu mengunjungi Malaysia yang memberi pesan Erdogan dalam lawatannya kali ini bisa dijadikan kesempatan membentuk poros kekuatan baru dengan membahas persoalan geopolitik dunia yang sedang terjadi.

“Indonesia, Malaysia, Pakistan dan Turki bisa membangun kesepahaman membentuk poros kekuatan baru negara muslim di dunia, baik dalam aspek perdamaian dan perekonomian, dalam kesempatan lawatannya Indonesia bersama Turki, Malaysia dan Pakistan bisa membuat komunike bersama menolak dan melawan usulan Trump dan Israel yang ingin merelokasi warga Palestina di Gaza,” tekan Syahganda Nainggolan menegaskan pandangannya.

Pada saat bersamaan, ahli Hubungan Internasional UIN, Teguh Santosa menyatakan, Turki dan Indonesia sebetulnya sudah membangun kerjasama dalam MIKTA.

“Indonesia dan Turki juga perlu mengkongkretkan kemitraan kedua negara dalam kerangka kerjasama MIKTA yang dimulai tahun 2013,” ujar Teguh Santosa yang juga adalah Ketua Umum JMSI.

MIKTA ini bisa menjadi platform alternatif bagi Indonesia membangun kemandirian dan menawarkan solusi perimbangan kekuatan politik di dunia.

“Grup informal middle power MIKTA yang terdiri dari Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia, dapat menjadi platform alternatif bagi Indonesia untuk membangun kemandirian dan menawarkan berbagai solusi perimbangan kekuatan di arena global,” tegas Teguh.

Untuk diketahui MIKTA adalah platform yang dibangun anggota-anggotanya fokus pada kerjasama ekonomi yang berimbang, penguatan isu lingkungan, dan energi terbarukan.

“MIKTA sendiri adalah platform yang lebih fokus pada kerjasama ekonomi yang berimbang, penguatan isu lingkungan dan energi terbarukan,” pungkas Teguh.

(Ahmad/Rafel)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular