SURABAYA – Keputusan untuk tidak memiliki anak (childfree) bagi pasangan yang telah menikah kian populer di Indonesia setelah salah seorang pendengung (influencer) bernama Gita Savitri dan suaminya Paul Partohap setelah secara terbuka mengumumkan pilihan mereka untuk childfree.
Merespon hal tersebut pakar psikologi Nur Ainy Fardana menjelaskan bahwa masyarakat tidak tidak boleh menghakimi pilihan seseorang karena hak untuk memiliki anak atau tidak merupakan pilihan pribadi.
“Yang penting, jangan mudah ikut arus dan masyarakat harus kritis,” ujar Nur Ainy Fardana pada media ini.
Neny -sapaan akrabnya- memaparkan bahwa terdapat beberapa kemungkinan alasan seseorang memilih childfree. Pertama, ingin fokus terhadap karir, hobi, ataupun cita-cita. Kedua, adanya masalah kesehatan yang dialami. Ketiga, adanya trauma di masa lalu. Keempat, adanya perasaan takut terhadap tanggung jawab dan komitmen yang besar saat memiliki anak. Misalnya, berkaitan dengan biaya hidup, perlindungan anak terhadap ancaman kekerasan, dan lain sebagainya. Kelima, seseorang merasa tidak cocok menjadi orang tua atau bahkan tidak tertarik untuk memiliki anak.
“Terdapat beberapa dampak positif ketika seseorang memilih childfree misalnya menghindari resiko sakit yang mungkin dialami, baik secara fisik maupun mental. Lalu, seseorang menjadi lebih fleksibel dalam memilih gaya hidup karena tidak terikat oleh anak,” imbuh dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga itu.
Di sisi lain, lanjut Neny, terdapat pula dampak negatif ketika seseorang memilih childfree. Pertama, merasa kesepian dan terisolasi karena tidak memiliki tempat untuk menyalurkan kasih sayang, terlebih jika tidak mendapat pemenuhan dukungan emosional dari pasangan. Kedua, tidak adanya dukungan sosial dan finansial ketika tua dari anak. Ketiga, tidak ada seseorang yang akan meneruskan warisan genetik ataupun menerima harta warisan ketika sudah meninggal.
Karenanya, Neny berpesan kepada masyarakat Indonesia untuk berpikir kritis sebelum memutuskan untuk memiliki anak ataupun tidak. Hal ini dikarenakan jika memutuskan untuk childfree seseorang harus siap dengan dampak positif dan negatifnya. Selain itu, seseorang harus siap dengan tekanan keluarga dan masyarakat yang memandang childfree sebagai pilihan yang tidak lazim.
“Harus benar-benar melihat bahwa childfree harus dipertimbangkan dampak positif dan negatifnya,” tandas Neny mengakhiri keterangannya.
(mar/pkip/bti)