
SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Siapa sangka, limbah batik yang biasanya mencemari lingkungan ternyata bisa diolah dengan bahan sederhana yaitu cangkang kelapa.
Ide cemerlang ini datang dari Program Studi Rekayasa Nanoteknologi Universitas Airlangga (UNAIR) yang turun langsung ke sentra batik Jetis, Sidoarjo, untuk membantu para perajin mengolah limbah cair batik agar lebih ramah lingkungan.
Dengan teknologi berbasis karbon aktif dari cangkang kelapa, tim UNAIR berhasil menghadirkan solusi yang murah, mudah diterapkan, dan tentu saja, ramah lingkungan.
“Kami memperkenalkan teknologi adsorpsi menggunakan karbon aktif dari cangkang kelapa. Bahan ini punya luas permukaan besar, jadi mampu menyerap zat warna sintetis secara efektif,” jelas Raden Joko Kuncoroningrat, ketua tim pengabdian masyarakat UNAIR.
Dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini, tim UNAIR tidak hanya membawa teori, tapi juga langsung melatih para perajin batik Jetis, mulai dari proses pembuatan karbon aktif hingga cara penggunaannya untuk mengolah limbah cair.
“Kami menekankan pentingnya pengelolaan limbah yang berkelanjutan. Kalau berhasil diterapkan, metode ini bisa jadi model untuk sentra batik lain di Jawa Timur,” tambah Raden.
Langkah ini mendapat sambutan hangat dari Zainal Afandi, Ketua Paguyuban Batik Jetis.
“Selama ini banyak perajin yang belum tahu cara aman mengolah air limbah. Padahal dampaknya besar untuk lingkungan dan kesehatan masyarakat,” ujarnya.
Menurut Tahta Amrillah, ketua tim peneliti, pilihan menggunakan cangkang kelapa bukan tanpa alasan. Selain mudah didapat dan murah, bahan ini juga memiliki daya serap tinggi terhadap zat kimia.
“Metode ini bisa langsung diterapkan di lapangan tanpa alat rumit. Perajin bisa menjaga kualitas produk batik sekaligus menjaga lingkungan,” tutur Tahta.
“Kami berharap inovasi ini menginspirasi perajin lain di Indonesia untuk ikut beralih ke cara yang lebih ramah lingkungan.”
Dukungan dari UNAIR untuk Industri Kreatif
Kegiatan ini menjadi wujud nyata peran perguruan tinggi dalam membantu industri lokal lewat sentuhan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi.
Prastika Krisma Jiwanti, Wakil Dekan 3 FTMM UNAIR, menegaskan bahwa program ini juga berkontribusi pada beberapa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), seperti:
- SDG 6 (Air Bersih dan Sanitasi)
- SDG 12 (Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan)
- SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim)
“Kami ingin anak muda semakin peduli terhadap lingkungan. Program ini bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal kesadaran. Para perajin jadi punya keterampilan baru, dan industri batik lokal pun bisa tumbuh lebih hijau,” ujarnya.
Lewat ide sederhana namun berdampak besar ini, tim UNAIR berhasil membuktikan bahwa cangkang kelapa yang sering dianggap sampah bisa jadi penyelamat lingkungan.
Kini, batik Jetis punya harapan baru yakni menghasilkan karya indah tanpa harus merusak alam. (*)
Editor: Abdel Rafi