Tuesday, April 16, 2024
HomePolitikaKeamananSoal KKB di Papua, Rahman Sabon Nama: Harusnya TNI Ditarik Dari Medan...

Soal KKB di Papua, Rahman Sabon Nama: Harusnya TNI Ditarik Dari Medan Tempur Depan, Ganti Polri!

Dr. Rahman Sabon Nama saat ditemui beberapa waktu lalu di Jakarta. (foto: cakrawarta)

JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Joe Biden direncanakan akan bertemu dengan 18 negara di kawasan Pasifik.  Pertemuan tersebut disebutkan terkait dengan masalah HAM di Papua.

Menurut pengamat politik senior, Dr. Rahman Sabon Nama, jika dugaan tersebut benar maka Pemerintah dinilai terjebak dengan kebijakannya sendiri yang menggunakan pendekatan pemberantasan kelompok kriminal bersenjata KKB di Papua.

Oleh karena itu, ia menyarankan agar Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono untuk lebih tegas dengan menarik semua TNI di medan tempur depan untuk menyelamatkan prajurit TNI sehingga tidak menjadi korban sia-sia.

“Lebih baik Panglima TNI tarik semua prajurit di medan tempur depan, dan perkuat basis militer back to barrack dengan memperkuat aspek intelijen dan teritorial. Agar TNI tidak terjebak dengan isu pelanggaran HAM oleh negara asing, sehingga tugas menangani KKB biar diserahkan pada POLRI yang sudah mempunyai kekuatan tempur Brimob, Densus dan Polisi Khusus,” ujar Rahman Sabon Nama pada media ini, Sabtu (6/5/2023).

Pria yang juga alumnus Lemhanas RI tersebut menambahkan bahwa harus dilakukan kajian serius dan mendalam mengenai mengapa sampai saat ini masih meminta TNI membantu, tetapi ditempatkan di medan front line sehingga menjadi umpan pihak KKB.

“Dugaan sementara saya, memang disengaja untuk pelemahan TNI. Jadi umpan untuk dihabisi KKB dan akan dikambinghitamkan dalam pelanggaran HAM. Karena tidak logis, membantu itu dimana-mana tentu dari belakang, membangun teritorial/opster agar masyarakat sadar,” imbuh putra asli daerah Adonara Nusa Tenggara Timur itu.

Rahman Sabon Nama meminta sebaiknya TNI memperkuat basis militer masing-masing dan memperketat penjagaan satuan-satuan TNI AD, TNI AL dan TNI AU untuk mengantisipasi KKB menyerang Base Militer.

“Kalau KKB menyerang base militer, maka TNI diperbolehkan membunuh penyerang dan bukan pelanggaran HAM.
Kalau tetap dengan kebijakan pemberantasan KKB dan TNI membuat Posko di medan tempur, maka TNI akan disalahkan melanggar HAM, karena memerangi KKB adalah tugas Polisi atau domain Polisi,” tegasnya.

Rahman yang juga Ketua Umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN) itu memberikan masukan untuk Panglima TNI bahwa rencana pertemuan Presiden Amerika Serikat Joe Biden dengan 18 negara Pasifik tersebut adalah untuk menindaklanjuti pertemuan antara pemerintah RI dengan lima anggota House of Lords Amerika Serikat pada 17 April 2023 lalu tentang masalah HAM di Papua yang disoroti Menteri Negara Perserikatan Bangsa-Bangsa, Lord Tariq Ahmad dari Wimbledon.

“Keliatan sekali ini agar internasional mendapatkan akses ke Papua bagi Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB,” tukasnya.

Bagi Rahman, menjadi pertanyaan kenapa masalah dalam negeri, tetapi pemerintah RI melibatkan PBB untuk melakukan tinjauan berkala untuk mengakses dan meninjau situasi HAM di Papua.

Tinjauan periodik itu, lanjut Rahman, melibatkan sejumlah negara besar, termasuk Amerika Serikat, Australia dan Kanada. Dimana mereka menyerukan intervensi dari PBB di Indonesia dan kunjungan segera oleh Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB untuk bertindak lebih tegas di Papua.

“Apabila ini dibiarkan maka bukan isapan jempol lagi, kita tinggal tunggu waktu Papua akan merdeka,” ujarnya khawatir.

Rahman mengklaim dirinya mendapatkan informasi bahwa sudah lebih dari setahun, tuduhan TNI melakukan pembunuhan di luar hukum, penghilangan paksa, dan pemindahan paksa ribuan penduduk anak asli orang Papua.

“Oleh karena itu, Panglima TNI harus tegas, agar Menhan dan Menkopolhukam berkoordinasi untuk segera menarik TNI dari medan tempur di Papua,” tegasnya lagi.

Selain itu, menurut Rahman, Presiden Joko Widodo harus segera memerintahkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi agar Kantor Kedubes RI seluruh dunia di luar negeri untuk melakukan sosialisasi bahwa Penentuan Pendapat Rakyat Papua (PEPERA) sudah dilakukan sesuai Resolusi PBB Nomor 2504 tahun 1969.

“Kantor Kedutaan RI di luar negeri jangan tidak melakukan apa-apa terkait situasi di Papua,” tandasnya mengakhiri keterangan.

(bm/bus)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular