Thursday, March 28, 2024
HomeGagasanSimbol Islam dan Kepentingan Kelompok di Timur Tengah

Simbol Islam dan Kepentingan Kelompok di Timur Tengah

foto: istimewa

 

Simbol Agama Islam “Allahu Akbar,” yang sering muncul di bendera kelompok tertentu, sebut saja dimanfaatkan oleh Negara Islam di Irak dan Syam atau Daesh atau Suriah (ISIS).

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Mike Pompeo, baru saja mengumumkan akan menggandakan hadiah menjadi 10 juta dolar AS bagi siapa saja yang bisa menangkap pemimpin gerakan ekstrimis Daesh (ISIS), Mohammed Abdul Rahman Al-Mawli.

Pada awalnya AS telah menawarkan hadiah 5 juta dolar untuk siapa saja yang bisa menangkap  Amir Mohammed Abdul Rahman Al-Mawli, sebelum ia diidentifikasi sebagai penerus Abu Bakar Al-Baghdadi, yang dibunuh oleh pasukan komando AS dalam serangan pada Oktober lalu di Suriah, seperti dikutip dari Arab News, Rabu, 24 Juni 2020.

Lahir pada tahun 1976, Al-Mawli adalah seorang sarjana hukum Islam yang mengeluarkan fatwa untuk membenarkan penganiayaan terhadap minoritas Yazidi, sebuah kampanye yang disebut sebagai genosida atau pembunuhan massal oleh PBB.

Mereka membunuh ribuan Yazidi ini, disebut telah menculik dan memperbudak ribuan perempuan dan para gadis saat mereka berbuat tindakan tidak terpuji di Timur Tengah.

Berbicara tentang Yazidi, sudah tentu kita teringat akan pertemuan seorang Yazidi bernama Nadia Murad dengan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih. Pertemuan itu telah tersebar ke seluruh pejuru dunia. Apalagi Nadia Murad pada tahun 2018, memperoleh hadiah Nobel Perdamaian.

Pada hari Jumat, 19 Juli 2019, merupakan hari bersejarah buat Nadia Murad. Waktu itu, 27 pengungsi sekaligus aktivis yang selamat dari berbagai konflik keagamaan, bertemu dengan Donald Trump di Gedung Putih, Amerika Serikat. Salah satu sosok terkenal di pertemuan tersebut adalah Nadia Murad.

Nadia Murad sendiri adalah seorang pemenang penghargaan prestise Nobel Peace Prize yang terpaksa melarikan diri ke Jerman setelah ISIS menyerang komunitas minoritas Yazidi di wilayah pegunungan Irak.

Penyerangan tersebut membuat banyak orang Yazidi terbunuh, termasuk ibu dan enam saudara laki-lakinya. Nadia dan lima ribu perempuan Yazidi lainnya akhirnya diculik untuk diperdagangkan sebagai budak seks.

Nadia merasakan berbagai pedihnya penyiksaan sebagai budak seks di kamp ISIS. Mulai dari bentuk perkosaan, pukulan, penyiksaan, dan masih banyak lagi.

Tiga bulan setelah ia diculik, Nadia berhasil melarikan diri. Ia pun berkesampatan mendapatkan program pemulihan dari Jerman, yang kemudian membantunya bertekad untuk menjadi aktivis yang menyuarakan hak asasi orang-orang dan perempuan Yazidi untuk memberantas perdagangan seks.

Suara aktivis Nadia pun terus berkumandang, salah satunya dengan menyampaikan ceritanya kepada Donald Trump. Nadia menceritakan perjalanan dan pengalaman mencekamnya sebagai budak seks kelompok teroris ISIS. Bagaimana ia berusaha untuk bertahan hidup, perjuangannya untuk kabur, dan kini tinggal di Jerman sebagai aktivis hak asasi manusia.

“Mereka (ISIS) telah membunuh ibu dan enam saudara laki-laki saya,” ungkap Nadia di tengah-tengah perbincangannya kepada Donald Trump.

Sepertinya Presiden AS Donald Trump mendengar keluhan Nadia Murad Basee Taha. Tetapi tahukah kita siapa dia yang berhasil meraih Nobel Perdamaian 2018 itu ?

Perempuan kelahiran 1993 ini adalah seorang aktivis hak asasi manusia Yazidi. Peraih Nobel Perdamaian 2018.

Dari ensiklopedia kita ketahui, bahwa Yazidi adalah kelompok etnoreligius dan berbahasa Kurdi yang mempraktikkan agama sinkretisme yang menggabungkan Syiah dan Sufi Islam dengan tradisi adat rakyat daerah.

Tradisi-tradisi tersebut mencakup unsur-unsur bersama dengan komunitas Kristen dan Mandaean di Timur Dekat, serta dengan yang lebih kuno seperti Gnostik, Marcionit, Zoroastrianisme dan agama awal Mesopotamia.

Mereka ini terutama tinggal di Provinsi Nineveh Irak utara, wilayah yang pernah menjadi bagian dari Asyria kuno. Komunitas tambahan di Armenia, Georgia dan Suriah telah menurun sejak tahun 1990-an sebagai akibat dari migrasi yang signifikan ke Eropa, terutama ke Jerman.

Yazidi percaya pada Tuhan sebagai pencipta dunia, yang ia telah menempatkan di bawah perlindungan dari tujuh “makhluk suci” atau malaikat, “ketua” (malaikat) di antaranya adalah Melek Taus, yang juga “Malaikat Merak.” Malaikat Merak, sebagai penguasa dunia, menyebabkan baik dan buruk menimpa individu, dan karakter ambivalen ini tercermin dalam mitos kejatuhan sendiri secara sementara dari nikmat Tuhan, sebelum air mata menyesalnya memadamkan api penjara neraka dan ia kemudian berdamai dengan Tuhan.

Mitos ini didasarkan pada refleksi mistik Sufi pada Iblis, yang dengan bangga menolak untuk melanggar monoteisme dengan menyembah Adam dan Hawa oleh perintah langsung dari Tuhan. Karena hubungan ini dengan tradisi Sufi Iblis, beberapa pemeluk agama monoteistik lain dari wilayah tersebut menyamakan Malaikat Merak dengan roh setan yang tak ditebus, yang kemudian telah mendorong penganiayaan berabad-abad terhadap orang Yazidi yang dijuluki “penyembah setan”.

Benar bahwa telah terjadi penganiayaan Yazidi terus berlangsung di komunitas asal mereka dalam batas-batas Irak modern.

Pada bulan Agustus 2014 Yazidi menjadi sasaran oleh Negara Islam Irak dan Syam, atau ISIS, dalam kampanyenya untuk “memurnikan” Irak dan negara-negara tetangga dari pengaruh non-Islam.

Lima tahun setelah Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) melancarkan kampanye pembantaian berdarah (genocidal)
menentang agama Yazidi Irak sebuah wilayah minoritasnya. Berabad-abad kelompok etnis beragama ini, hidup dalam keadaan darurat sekitar 4000 tahun yang lalu, di mana penduduk aslinya berbaur di
Barat Laut pegunungan Sinjar.

Bayangkan, ketika ISIS di sepanjang utara Irak, musim panas 2014, mereka telah membunuh sekitar 1.280 Yazidi dan menculik sekurang-kurangnya 6.400,Yazidi, sebahagian besarnya perempuan dan anak-anak, termasuk  Nadia Murad. Pusat pengungsia penduduk memang dipaksakan di wilayah Kurdistan di Irak.

Ada sekitar 550.000 Yazidi di Irak sebelum tahun 2014, sekitar 100.000 orang telah berimigrasi dan 360.000 tinggal di Irak, di mana sebahagian besarnya perempuan dan anak-anak.

Kembali ke pertemuan Presiden AS Donald Trump. Pertanyaannya mengapa mereka bertemu? Siapa yang lebih dahulu minta bertemu? Mungkinkah ini sebuah kritikan halus, kenapa Trump mau bertemu dengan Nadia Murad. Bukankah ISIS ciptaan AS sebagaiman dikatakan Trump sewaktu kampanye Presiden AS, yang ciptakan ISIS adalah Barack Obama ?

Pemimpin ISIS sekarang ini, Al-Mawli lahir di kota Mosul, Irak, dari keluarga Turkmenistan. Ia menjadi salah satu dari sedikit orang non-Arab yang naik pangkat kelompok Daesh, yang pada puncaknya menguasai sebagian besar wilayah Irak dan Suriah dan menarik relawan dari Barat.

Benteng kelompok ini telah dihancurkan tetapi hal tersebut malah mengilhami beberapa serangan mengerikan di seluruh dunia, termasuk di Afghanistan dan Afrika Barat.

 

DASMAN DJAMALUDDIN

Sejarawan dan Jurnalis Senior

RELATED ARTICLES

Most Popular