Tuesday, October 14, 2025
spot_img
HomeSains TeknologiKesehatanRokok Masih Murah dan Remaja Jadi Korban, Pakar Desak Pemerintah Tindak Tegas

Rokok Masih Murah dan Remaja Jadi Korban, Pakar Desak Pemerintah Tindak Tegas

ilustrasi perokok. (foto: istock image)

SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Meskipun pengendalian tembakau terus digaungkan, kenyataannya angka perokok di Indonesia masih belum menunjukkan tanda-tanda surut. Bahkan, jumlah perokok remaja justru mengalami peningkatan. Situasi ini memunculkan keprihatinan dari kalangan akademisi, termasuk Santi Martini, pakar Kesehatan Masyarakat dari Universitas Airlangga.

“Indonesia sudah berusaha, banyak kabupaten dan kota yang memiliki regulasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Tapi implementasinya masih setengah hati,” ujar Santi.

Ia menyebut, hampir 80% dari 514 kabupaten/kota telah memiliki Perda atau Perkada tentang KTR. Sayangnya, keberadaan aturan tersebut belum mampu menekan angka prevalensi perokok, yang masih berada di atas 20%. Yang lebih mengkhawatirkan, jumlah perokok pemula dari kalangan remaja justru meningkat.

Santi menyoroti masih gencarnya promosi industri rokok, terutama yang menyasar generasi muda. Ia menyebut bahwa upaya pengendalian tembakau kerap terganjal benturan kepentingan lintas sektor, terutama sektor ekonomi yang masih memandang industri rokok sebagai penyumbang pendapatan.

Guru besar sekaligus Dekan FKM Unair, Prof. Dr. Santi Martini, dr., M.Kes., (foto: dokumen pribadi)

“Kalau mengacu pada indikator MPOWER dari WHO, Indonesia belum bisa dikatakan berhasil dalam pengendalian tembakau. Larangan iklan rokok, sponsorship, hingga kenaikan harga masih jadi pekerjaan rumah besar,” tegasnya.

Salah satu faktor utama yang membuat rokok tetap digandrungi remaja adalah harganya yang masih sangat terjangkau. Rendahnya tarif cukai membuat akses terhadap rokok, termasuk rokok elektrik, semakin terbuka lebar bagi anak-anak dan remaja.

Lebih jauh, Santi mengingatkan bahwa lonjakan perokok muda dapat berakibat serius terhadap sistem kesehatan nasional. Penyakit tidak menular (PTM) seperti kanker, stroke, dan penyakit jantung yang berkaitan erat dengan kebiasaan merokok, akan terus membebani anggaran kesehatan.

“Kalau ini tidak dicegah sekarang, nanti yang terjadi justru negara akan lebih banyak mengeluarkan biaya untuk mengobati penyakit yang seharusnya bisa dicegah,” katanya.

Santi mendesak pemerintah untuk segera menerapkan kebijakan pajak rokok progresif yang lebih tegas, dengan kenaikan tarif cukai yang signifikan dan rutin setiap tahun. Ia juga mendorong agar pengawasan distribusi diperketat agar remaja tak mudah mengakses produk tembakau.

“Penerimaan negara dari cukai rokok seharusnya dikembalikan untuk memperkuat program promotif dan preventif di sektor kesehatan masyarakat,” pungkas guru besar sekaligus Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga itu.(*)

Editor: Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular