
SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Kepatuhan pajak masih menjadi tantangan besar yang menghantui penerimaan negara. Padahal, lebih dari 78% dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bersumber dari pajak. Celah penghindaran pajak dan praktik manipulatif terus menjadi bayang-bayang, menggerogoti fondasi keuangan negara.
Menjawab persoalan ini, Prof. Dr. Heru Tjaraka, Drs., M.Si., BKP, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (FEB Unair), menawarkan solusi cerdas dan berani: cooperative tax compliance -strategi baru berbasis kolaborasi, transparansi, dan keberlanjutan. Gagasan ini ia sampaikan dalam orasi ilmiah di Aula Garuda Mukti, Kampus MERR-C Unair, Surabaya, pada Rabu (28/5/2025) lalu.
Menurut Heru, pendekatan koersif seperti pemeriksaan dan penyidikan memang perlu, namun tidak cukup. “Kepatuhan sejati lahir dari sistem yang adil dan transparan. Kalau wajib pajak merasa dihargai dan dilayani dengan kepastian hukum, mereka akan patuh secara sukarela,” tegasnya.
Ia mengkritik pendekatan pajak selama ini yang kaku dan memaksa. Kini, sudah saatnya mengubah cara pandang: bukan lagi pajak sebagai kewajiban menakutkan, melainkan sebagai bentuk partisipasi bersama membangun negara.
Strategi yang ditawarkan Heru tidak main-main. Dengan pendekatan cooperative tax compliance, hubungan antara otoritas pajak dan Wajib Pajak (WP) tak lagi saling curiga, tapi setara sebagai mitra. Kuncinya adalah penerapan Compliance Risk Management (CRM) -di mana teknologi memainkan peran sentral.
“Sekarang, kita masuk ke era digital, bahkan kecerdasan buatan mulai dimanfaatkan untuk memetakan risiko WP. Proses verifikasi awal bisa dilakukan lewat SP2DK berbasis data dan algoritma,” paparnya.
Tax Control Framework: Kunci WP “Low Risk”
Heru juga memperkenalkan konsep Tax Control Framework (TCF), yakni sistem kontrol internal WP yang mendokumentasikan seluruh proses pemenuhan kewajiban pajak. Semakin kuat sistem ini, semakin rendah risiko yang dinilai oleh otoritas.
“Kalau WP mampu menunjukkan bahwa kontrol pajaknya solid, potensi dikategorikan sebagai low risk bahkan zero risk sangat besar. Negara pun bisa bersikap lebih bijak dan suportif,” jelasnya.
Melalui sistem ini, Heru percaya hubungan antara negara dan WP akan menjadi lebih sehat. Negara mendapat jaminan penerimaan pajak yang stabil, sementara WP mendapatkan rasa aman dan kepastian hukum.
Namun, ia memberi catatan penting yakni inisiatif ini tak akan berhasil tanpa kemauan politik dan integritas di kedua belah pihak.
“Kolaborasi hanya akan hidup kalau ada kepercayaan. Dan kepercayaan hanya tumbuh dari sistem yang fair, konsisten, dan dijaga bersama,” pungkas Heru.
Strategi pajak berbasis kolaborasi ini menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia siap memasuki era baru dalam pengelolaan pajak. Bukan lagi era ketakutan, tapi era kepercayaan dan tanggung jawab bersama.(*)
Editor: Abdel Rafi