
BOGOR, CAKRAWARTA.com – Siapa sangka di pinggir Sungai Ciliwung, Cibinong, Bogor, tersimpan sebuah harta hijau bernama bambu yang mampu memukau wakil menteri? Kunjungan Wakil Menteri Transmigrasi Viva Yoga Mauladi ke Padepokan Kabuyutan Muara Beres menjadi titik balik pandangannya terhadap tanaman yang selama ini dianggap biasa-biasa saja.
Begitu tiba di padepokan, Viva langsung disambut oleh H. Jatnika Nanggamihardja, atau Aki Jatnika, sang maestro bambu Indonesia. Tempat itu bukan hanya pusat pelatihan, tetapi juga simbol kebudayaan yang menyatu dengan alam. Deretan prasasti dan spanduk menandai jejak para pejabat tinggi negara yang pernah berkunjung, dan kini, Viva Yoga menambah daftar tersebut.
Ia tak sendiri. Wakil Gubernur Jawa Barat Erwan Setiawan turut mendampinginya menjelajahi bangunan-bangunan artistik berbahan bambu. Aki Jatnika memperlihatkan koleksi luar biasa miliknya yaitu 161 varietas bambu, mulai dari bambu hitam, gombong koneng, apus, hingga krisik sari. Semua tertata rapi dalam ekosistem yang asri, lengkap dengan area pembibitan, workshop, dan pelatihan pembuatan mebel bambu.
“Saya benar-benar kagum. Ini baru pertama kali saya datang ke sini,” ujar Viva Yoga. Baginya, bambu bukan sekadar tanaman, melainkan simbol kekuatan dan keberlanjutan. “Bambu punya makna historis, filosofis, teologis, hingga kultural. Dan yang paling penting, punya nilai ekonomi, sosial, budaya, bahkan politik.”
Politisi asal Lamongan ini mengaku memiliki kenangan masa kecil dengan pohon bambu. “Dulu, nenek saya menanam bambu di belakang rumah. Tapi saya baru tahu betapa luar biasanya manfaatnya setelah ke sini,” tuturnya.
Bambu, lanjut Viva, mampu mencegah abrasi, menghasilkan oksigen, dan menyimpan potensi ekonomi luar biasa. Melihat ketekunan Aki Jatnika mengelola bambu, ia tak ragu menyebutnya sebagai pelopor revolusi bambu Indonesia.
Maka, di titik itulah gagasan besar muncul: menjadikan bambu sebagai komoditas unggulan di kawasan transmigrasi. “Tinggal kita teliti varietas mana yang paling tinggi nilai ekonominya. Sekali tanam, bisa panen seumur hidup,” jelasnya.
Namun, bagi Viva, ide besar tak boleh berhenti di atas kertas. Ia memastikan Kementerian Transmigrasi siap mendorong budidaya bambu sebagai jalan baru kesejahteraan. “Tak hanya penanaman, kami juga pikirkan kelembagaan, off taker, dan ekosistem pendukung lainnya.”
Bahkan, ia membuka peluang kerja sama dengan BUMN. “Dalam budidaya bambu, kita bisa gandeng PTPN dan lembaga terkait lainnya. Ini jalan nyata, bukan sekadar wacana.”
Kunjungan itu mengubah perspektif. Dari sekadar kunjungan kerja menjadi revolusi pemikiran. Di tangan Aki Jatnika, bambu bukan hanya tanaman, ia adalah harta hijau yang bisa menyelamatkan banyak hal, mulai dari lingkungan, budaya, hingga ekonomi masyarakat transmigran di masa depan.(*)
(Ardi W/ Abdel Rafi)