
JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Program Sekolah Rakyat, yang digagas Presiden Prabowo Subianto sebagai model pendidikan unggulan berbasis asrama, menghadapi gelombang masalah serius. Sejak diluncurkan beberapa bulan lalu, tercatat sekitar 160 guru mengundurkan diri dan 115 siswa memilih pulang ke daerah asal.
Data tersebut diungkap Agung Nugroho, Direktur Jakarta Institut, yang menilai pemerintah perlu segera melakukan evaluasi mendalam sebelum program ini kehilangan arah.
Menurut Agung, penyebab utama mundurnya guru adalah penempatan di daerah terpencil yang sulit diakses, sementara banyak siswa belum siap menjalani kehidupan di asrama jauh dari keluarga.
“Bagi guru, jarak menjadi rintangan besar. Bagi siswa, ini seperti langsung dipindahkan ke dunia yang benar-benar asing,” ujarnya, Minggu (10/8/2025).

Agung menilai, kondisi tersebut menunjukkan lemahnya persiapan teknis sebelum program berjalan. Ia menganalogikan Sekolah Rakyat sebagai “rumah mewah yang dibangun di tanah belum dipadatkan”dimana konsepnya memang baik, namun pelaksanaan di lapangan belum matang.
Untuk mengatasi masalah ini, Jakarta Institut merekomendasikan beberapa langkah, antara lain pra-penempatan guru dan siswa untuk menguji kesiapan, edukasi orang tua agar memahami konsekuensi hidup di asrama, serta penyediaan insentif dan jalur karier yang jelas bagi guru di daerah pelosok.
Agung menegaskan, Sekolah Rakyat berpotensi menjadi tonggak pendidikan nasional jika dibenahi dengan tepat.
“Membangun sekolah bukan hanya soal tembok dan fasilitas, tapi membangun kesiapan hati dan pikiran semua yang terlibat. Itu tidak bisa dikerjakan dengan terburu-buru,” tegasnya. (*)
Editor: Abdel Rafi



