Friday, April 19, 2024
HomePolitikaDaerahMudahkan Sosialisasi Bahaya Covid-19, Pemerintah Diminta Ganti Istilah Asing Yang Bingungkan Publik

Mudahkan Sosialisasi Bahaya Covid-19, Pemerintah Diminta Ganti Istilah Asing Yang Bingungkan Publik

Salah satu contoh istilah yang dipakai untuk kampanye melawan wabah Covid-19 adalah Socia Distancing. Penggunaannya dalam suatu kampanye atau sosialisasi bahkan promosi mestinya diikuti dengan penjelasan dalam bahasa Indonesia dan grafik atau gambar yang lebih mudah dimengerti masyarakat. (foto: harsono prasetyo)

 

SURABAYA – Tokoh masyarakat muda Surabaya, Firman Syah Ali yang akrab disapa Cak Firman meminta Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) agar segera membakukan istilah-istilah asing tentang penyakit covid19 ke dalam bahasa Indonesia dan menggunakannya dalam pernyataan sehari-hari pemerintahan.

“Istilah asing seperti Lockdown, Social Distancing, Physical Distancing, Flattening the curve, Epidemic, Pandemic, Herd Immunity, Immunity, Isolation, Work Form Home, Imported Case, Local Transmission, Rapid Test, antiseptic, disinfectant, Hand Sanitizer, Suspect, Outbreak, Swab test, Hazmat Swit, Speciment, Screening, Cluster bahkan tracking sulit dipahami maksudnya oleh masyarakat di lapisan terbawah. Hendaknya pemerintah segera temukan padanannya dalam bahasa Indonesia. Misalnya social distancing diganti penjagaan jarak badan atau disingkat jaga jarak,” ucap pengurus Ikatan Alumni PMII Jawa Timur tersebut kepada cakrawarta.com, Rabu (25/3/2020).

Cak Firman mengaku prihatin melihat warung-warung cangkruk masih ramai pengunjung terutama di kawasan Surabaya Utara. Menurutnya, jangan-jangan masyarakat justru tidak memahami dengan apa yang disebut social distancing dan lainnya.

“Rakyat kita sejak dulu takut sama tentara, sepertinya tentara perlu ditugaskan resmi untuk mencegah penyebaran covid19 ini. Kalau cuma polisi dan satpol PP diam-diam mereka kembali lagi,” lanjut Pengurus Harian PW LP Ma’arif Jawa Timur ini.

Menurut tokoh berdarah Madura ini, jika pola komunikasi ke masyarakat dengan pemakaian bahasa dan atau istilah asing yang tidak dipahami berlanjut, maka dampaknya akan luar biasa bagi angka korban penyakit covid-19 ke depannya.

“Mereka kan tidak sadar bahwa sedang terlibat tindakan pembunuhan masal. Mereka ke warkop karena sudah menjadi tradisi di lingkungan sembari ngobrol dengan relasi atau tetangganya. Tapi pulang-pulang bawa oleh-oleh penyakit ke keluarga dan tetangga-tetangganya, apa tidak kejam? apa tidak bukan pembunuh? Maka saran saya, pemerintahan Jokowi harus segera mengganti istilah yang menyulitkan penyampaian pesan itu dna harus diikuti oleh pemerintahan sampai level terbawah. Bahkan hingga RT-RW. Sudah waktunya,” pungkas Cak Firman.

(bus/bti)

RELATED ARTICLES

Most Popular