Friday, December 6, 2024
spot_img
HomeInternasionalMedia Sebut Kelompok Tertentu Teroris Dalam Kasus Palestina-Israel, Dewan Pers: Itu Tidak...

Media Sebut Kelompok Tertentu Teroris Dalam Kasus Palestina-Israel, Dewan Pers: Itu Tidak Tepat!

Ketua Dewan Pers Dr. Ninik Rahayu, SH., MS., dalam suatu acara beberapa waktu lalu. (foto: istimewa)

JAKARTA – Serangan besar-besaran Hamas atas kolonisasi Israel terhadap Palestina dalam beberapa hari ini menarik perhatian kalangan pers untuk memberitakannya. Memanasnya situasi di wilayah pendudukan Israel mengisi ruang-ruang pemberitaan media pers dunia termasuk di Indonesia.

Dewan Pers melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (14/10/2023) menilai bahwa media pers, terutama televisi dan situs berita (siber), seolah saling berlomba menjadi yang terdepan dalam memberitakan konflik Palestina-Israel. Dampak pemberitaan konflik Palestina-Israel tersebut, muncul beberapa keluhan yang mempersoalkan akurasi, dramatisasi, dan stigmatisasi atau pelabelan negatif terhadap kelompok tertentu.

“Hal itu terjadi antara lain karena konten-konten berita yang diunggah atau
disiarkan itu tercerabut dari konteks peristiwa dan akar permasalahannya. Kondisi
seperti itu terjadi lantaran pemberitaan di media itu pada umumnya bukan berasal dari
hasil liputan langsung atau dari lapangan,” ujar Ninik Rahayu dalam keterangannya tersebut.

Sehubungan dengan pemberitaan mengenai konflik wilayah pendudukan Israel
di Palestina itu, Dewan Pers, lanjut Ninik Rahayu, mengingatkan kepada para pemangku kepentingan pers, terutama wartawan, pengelola, dan pemilik media, bahwa masalah di Timur Tengah, khususnya Palestina, memiliki sensitivitas dan mendapatkan perhatian luas dari pemerintah dan masyarakat Indonesia, baik karena latar belakang historis maupun sosio-psikologis.

Karena itu, lanjut Ninik Rahayu, di tengah simpang siurnya informasi dan hoaks yang beredar di media jejaring sosial, pemberitaan di media massa sangat dibutuhkan untuk mengimbanginya. Untuk itu, pemberitaan media pers harus dapat menjadi rujukan bagi publik untuk menemukan kebenaran.

“Pers harus tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip jurnalisme dan Kode Etik
Jurnalistik, termasuk kewajiban menguji informasi yaitu verifikasi, konfirmasi, serta
klarifikasi dan mengedepankan kepentingan publik. Penggunaan sumber informasi
dari media sosial dan media-media asing perlu ada verifikasi atau klarifikasi lebih
lanjut,” tegasnya.

Sikap dan langkah seperti itu, lanjut Ninik Rahayu, juga diharapkan dapat menjadi bagian dari kontribusi pers Indonesia dalam menegakkan prinsip yang ditegaskan dalam pembukaan UUD 1945 “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

“Pers Indonesia sebagai bagian dari komponen bangsa juga punya kewajiban moral mengusung misi yang diamanahkan para pendiri bangsa ini agar ‘ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial’, imbuhnya.

Selain itu, Dewan Pers meminta pelaku media untuk memahami dan menghormati suasana kebatinan masyarakat dan sikap resmi pemerintah Indonesia yang mendukung perjuangan bangsa Palestina untuk merdeka dan memiliki negara sendiri yang berdaulat.

“Tumbuhkan empati, bukan antipati yang berpotensi membelah masyarakat, bangsa, dan negara Republik Indonesia,” tukasnya.

“Hindari penyematan atribusi yang terkesan sebagai pelabelan negatif atau stigmatisasi terhadap kelompok tertentu, terutama di kalangan kelompok masyarakat Palestina. Misalnya label kelompok teroris, itu jelas tidak tepat,” tegas Ninik Rahayu sekali lagi.

Dalam pemberitaan terkait aksi terorisme, lanjutnya, Dewan Pers telah mengeluarkan Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/IV/2015 tentang Pedoman Peliputan Terorisme. Pedoman tersebut merupakan hasil rumusan bersama organisasi-organisasi pers konstituen Dewan Pers yang kemudian disahkan oleh Rapat Pleno Dewan Pers sebagai Peraturan Dewan Pers.

Dewan Pers menekankan media di Indonesia untuk perlu berhati-hati dan cermat dalam mengunggah atau menyiarkan berita yang bersumber dari media asing guna menghindari pencampuradukan fakta dan opini yang menghakimi sebagaimana amanat Kode Etik Jurnalistik pasal.

“Hindari sikap ketergesa-gesaan yang sekadar mengejar aspek kecepatan tetapi mengabaikan akurasi. Sikap ini sangat perlu diterapkan agar pers Indonesia tidak termakan propaganda Israel dan media-media afiliasi/pendukungnya yang cenderung mencampuradukkan fakta dan opini, termasuk hoaks, yang menghakimi,” pintanya.

Terakhir, Dewan Pers mengimbau penayangan berita mengenai Palestina lebih ditujukan untuk memenuhi fungsi pers sebagai pemberi informasi, edukasi, dan lembaga kontrol
sosial ketimbang kepentingan bisnis dan menaikkan rating semata.

(rils/bus)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular