
“Kebenaran adalah cahaya yang tidak membutuhkan bukti. Ia bersinar sendiri, dan mereka yang melihatnya tidak memerlukan penjelasan.” -Jalaluddin Rumi (1207-1273), Fihi Ma Fihi (Forum, 2014)
Dalam pusaran politik yang penuh intrik dan kepentingan, muncul seorang tokoh yang tak hanya membawa strategi fiskal baru, tetapi juga semangat spiritual yang menggetarkan.
Purbaya Yudhi Sadewa (61), Menteri Keuangan Republik Indonesia, bukan sekadar teknokrat. Ia adalah seorang pejalan sunyi yang menapaki jalan kebenaran dengan keberanian yang tak biasa.
Dalam 18 prinsip yang dirangkum oleh Peter F. Gontha (77) di laman FB-nya, tampak jelas bahwa langkah-langkah Purbaya bukan sekadar manuver politik, melainkan refleksi mendalam dari jiwa yang telah menyatu dengan nilai-nilai spiritual ala Jalaluddin Rumi.
Rumi dalam Masnawi (Belukar, 2004) menuliskan, “Kebenaran adalah cermin yang jatuh dari langit, pecah berkeping-keping, dan setiap orang memungut serpihannya.”
Purbaya tampaknya telah memungut serpihan itu dan menjadikannya pedoman.
Ia tidak datang untuk menyerang, melainkan untuk menyibak kebiasaan yang telah lama membungkus sistem.
Ketika kebenaran dianggap ancaman, ia tidak berteriak, sebab suara paling nyaring datang dari keheningan.
Seperti gazal Rumi berujar, “Diam adalah bahasa Tuhan, segala yang lain adalah terjemahan buruk.”
Purbaya, dari harafiah Jawa Kuno yang berarti “kehadiran dari asal yang bijak”, tidak membela diri. Karena ia tahu bahwa fitnah akan mati dengan sendirinya saat kebenaran muncul.
Ia tidak ingin dikenang karena keberanian, tetapi karena tidak memilih diam ketika semua orang membisu dalam kemaksiatan politik.
Dalam semangat “Ewako Daeng” tulis Gontha, ia melangkah bukan sebagai malaikat, tetapi sebagai manusia yang tahu membedakan benar dan salah.
Ia tidak menyebut nama untuk menghancurkan, melainkan untuk menyelamatkan negeri dari permainan yang terlalu lama dibiarkan dalam kegelapan dan absurditas.
Ketika proyek rakyat dikuasai elit dan negeri gempar dan Rp. 13. 255.244.538.149.00 uang rasuah diserahkan Kejaksaan kepada Presiden Prabowo Subianto, Purbaya tidak gentar. Ia tahu bahwa ketakutan adalah musuh sejati, bukan lawan politik.
Ia tidak melawan individu, tetapi sistem yang korup. Ia tidak datang membawa pedang, tetapi membawa cahaya.
Lagi, mengutip Rumi, “Jangan padamkan cahaya orang lain agar cahayamu tampak lebih terang.”
Dalam prinsipnya yang ke-18, Purbaya menyatakan bahwa “satu nama telah jatuh, tetapi perjuangan melawan gelap baru saja dimulai.”
Ini bukan akhir, melainkan awal dari babak baru. Ia telah menyerahkan semua data, transaksi, dan komunikasi kepada lembaga resmi.
Ia tidak bicara untuk membongkar, tetapi untuk membuka tabir yang selama ini menutupi wajah gelap bangsa.
Nama Purbaya kini menjadi sorotan dunia, disebut sebagai polisi yang mengguncang sistem lama.
Namun di balik sorotan itu, ada jiwa yang berjalan dalam sunyi, seperti Rumi yang menari dalam keheningan, menyatu dengan semesta.
Purbaya bukan hanya Menteri Keuangan, ia adalah penari dalam badai, pembawa cahaya dalam gelap, dan pemungut serpihan kebenaran yang jatuh dari langit.
Jika Rumi hidup hari ini, mungkin ia akan berkata, “Di dalam Purbaya, aku melihat diriku.”
#coverlagu: Tema Lagu “Gundala’s Theme”
Lagu ini merupakan bagian dari soundtrack film Gundala (2019), yang menjadi pembuka semesta sinematik Bumilangit.
Komponis Aghi Narottama (49) dan sutradara dan penulis skenario Joko Anwar (49).
Tema musiknya menggambarkan kebangkitan seorang pahlawan dari rakyat biasa.
Atmosfer kelam dan penuh ketegangan, juga mencerminkan perjuangan melawan sistem korup. Bernuansa heroik dan emosional, dengan komposisi instrumental yang dramatis dan menghentak.(*)
REINER EMYOT OINTOE
Fiksiwan



