JAKARTA – Praktek tata kelola tambang di Indonesia kembali menjadi sorotan. Pasalnya, di media dengan tegas Menko Maritim, Dr. Rizal Ramli meng-kepret Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said yang memberikan ijin perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia walaupun masih dalam tahapan kesepakatan prinsip.
Pakar energi, Dr. Kurtubi, menyampaikan pendapatnya mengenai praktek tata kelola energi tambang yang ada di Indonesia. Melalui keterangan tertulisnya kepada Cakrawarta, politikus Nasdem itu menyatakan bahwa praktek tata kelola tambang nasional yang terjadi selama ini justru inkonstitusional.
“Sudah lama saya sampaikan ke publik bahwa tata kelola tambang dengan dasar UU Minerba (Pertambangan Mineral dan Batubara) Nomor 4 Tahun 2009 bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 dan merugikan negara secara finansial,” ujar Kurtubi di Jakarta, Rabu (14/10) malam.
Menurut Kapoksi Fraksi Nasdem di Komisi VII DPR RI ini, pendapatnya itu didasarkan pada masih diakuinya kontrak karya dalam praktek tata kelola tambang. Bahkan tidak ada satu pasal pun dalam UU Minerba yang menyatakan bahwa kekayaan alam (bahan tambang) yang terkandung di dalam bumi adalah milik negara.
“Akibat dari praktek demikian (tidak diakuinya kekayaan alam sebagai milik negara), status ownership dari aset yang ada diperut bumi diklaim sebagai milik pemegang IUP/konsesi yang kemudian disertifikatkan untuk dijadikan agunan dan atau dijual di pasar modal lewat IPO. Hal ini menurut saya melanggar konstitusi,” imbuh Kurtubi.
Tokoh asal NTB itu menambahkan, UU Minerba menganut rezim perijinan (IUP) yang sama atau mirip dengan Sistem Konsesi di era kolonial dimana royalti sangat rendah dan negara kehilangan kekuasaan untuk menentukan cost penambangan. Oleh karenanya menurut Kurtubi, revisi UU Minerba harus diarahkan pada adanya ketegasan status kepemilikan proven reserves yang ada di perut bumi sebagai milik negara yang pengelolaan dan pembukuannya diserahkan kepada BUMN sehingga bisa disetifikatkan oleh BUMN dan dibukukan oleh BUMN.
“Selain itu, dalam revisi itu harus bisa menghapus sistem Kontrak Karya dan PKP2B (pola B2G); menghilangkan sistem Perijinan yang merupakan kelanjutan sistem konsesi jaman kolonial,” tegasnya.
Lebih jauh, peraih doktor dari Colorado School of Mines itu menyatakan dalam revisi UU Minerba juga mampu menempatkan pengelolaan tambang diserahkan kepada BUMN, dimana untuk tambang mineral diserahkan pada PT Aneka Tambang dan untuk batubara pada PT Bukit Asam.
Bagi Kurtubi, pemerintah harus ditempatkan sebagai pemegang kedaulatan dan kebijakan. Bahkan saham asing dan swasta di kedua BUMN (Aneka Tambang dan Bukit Asam) harus di-buy back oleh negara. Sementara itu, semua perusahan tambang berkontrak dengan BUMN (pola B2G), artinya pemerintah berada di atas kontrak dan tidak ikut berkontrak. Sedangkan untuk perlindungan hak-hak investor dilakukan sewajarnya sebagai kontraktor BUMN dan tidak berlebihan.
“Poin-poin tersebut merupakan usulan dari saya sebagai Kapoksi Fraksi Nasdem di Komisi 7,” pungkasnya.
(dk/bti)