
MADINAH, CAKRAWARTA.com – Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia menemukan sejumlah persoalan serius dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 1446 H/2025 M. Temuan ini diperoleh dari hasil pengawasan langsung terhadap pelayanan jemaah haji Indonesia di Arab Saudi.
Kunjungan lapangan ini merupakan bagian dari fungsi pengawasan atas implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Delegasi dipimpin oleh Wakil Ketua I Komite III, Dailami Firdaus.
Menurut Dailami, masih banyak aspek pelayanan yang belum berjalan optimal, khususnya yang berkaitan dengan kinerja syarikah, perusahaan penyedia layanan haji di Arab Saudi.
“Kami melihat sendiri sejumlah masalah yang dialami jemaah. Ini bukan persoalan sepele. Negara harus memastikan setiap jemaah mendapat layanan yang layak dan manusiawi,” kata Dailami dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi media ini, Sabtu (31/5/2025).
Tiga Permasalahan Utama
Komite III DPD RI, lanjut Dailami, mengidentifikasi tiga persoalan utama dalam penyelenggaraan haji tahun ini:
1. Akomodasi Jemaah Terpisah
Beberapa pasangan suami-istri dan jemaah lansia yang membutuhkan pendamping dilaporkan ditempatkan di hotel berbeda. Hal ini disebabkan pembagian layanan berdasarkan syarikah yang berbeda, yang menimbulkan ketidaknyamanan dan beban psikologis tambahan bagi jemaah.
2. Kartu Nusuk Terlambat Didistribusikan
Kartu Nusuk—dokumen penting untuk masuk wilayah Madinah dan Mekkah—tidak dibagikan secara merata dan kerap kali terlambat. Akibatnya, sejumlah jemaah tertahan di pintu masuk kota suci, meskipun mereka sudah datang sesuai jadwal.
3. Tidak Tersedianya Muthowif
Beberapa kelompok jemaah diketahui tidak didampingi muthowif atau pembimbing ibadah. Hal ini menyebabkan kebingungan di lapangan, terutama bagi jemaah yang baru pertama kali menjalankan haji dan belum memahami secara menyeluruh tahapan-tahapan ibadah.
Desak Evaluasi dan Pengawasan Lebih Ketat
Terkait penunjukan delapan syarikah oleh Kementerian Agama RI untuk mencegah praktik monopoli, Komite III menilai langkah tersebut perlu diimbangi dengan standarisasi mutu dan sistem evaluasi yang menyeluruh.
“Penunjukan banyak syarikah tidak menjadi masalah selama kualitasnya seragam. Yang kita perlukan adalah pengawasan ketat, transparansi kontrak, dan sanksi tegas bagi pelanggaran,” ujar Dailami.
Komite III juga mendorong dilakukannya audit menyeluruh terhadap pelaksanaan haji 2025 begitu musim haji berakhir, guna mencegah terulangnya persoalan yang sama di tahun-tahun berikutnya.
Negara Tidak Boleh Abai
Lebih jauh, Komite III menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban untuk hadir dan menjamin kenyamanan serta keamanan jemaah selama menunaikan ibadah di Tanah Suci.
“Jangan biarkan jemaah berjuang sendiri. Ini soal amanat konstitusi dan nilai-nilai kemanusiaan. Pelayanan ibadah harus menjadi prioritas,” pungkas Dailami.(*)
Kontributor: Ervan P
Editor: Abdel Rafi