
TULUNGAGUNG, CAKRAWARTA.com – Harum kopi dari lereng selatan Tulungagung kini mulai menyebar lebih jauh. Di Desa Jangglungharjo, Kecamatan Tanggunggunung, sekelompok petani kopi sedang menata langkah baru agar usaha mereka bisa dikelola lebih profesional dan berdaya saing tinggi.
Semangat baru itu datang melalui Program Kosabangsa (Kolaborasi Sosial Membangun Negeri) dari Kemendiktisaintek RI, yang digarap secara kolaboratif oleh Universitas Tulungagung dan UPN Veteran Jawa Timur. Program ini menjadi jembatan antara dunia kampus dan masyarakat desa untuk menguatkan manajemen usaha para petani kopi agar mampu naik kelas.
Pelatihan yang digelar di Balai Desa Jangglungharjo pada Sabtu (20/9/2025) itu diikuti antusias oleh para anggota Kelompok Tani Kopi Jangglungharjo. Para petani tidak hanya belajar menanam dan memanen, tetapi juga memahami rantai bisnis kopi dari hulu ke hilir mulai dari pengolahan pascapanen, peningkatan standar kualitas biji kopi, hingga strategi pemasaran digital.
“Selama ini kopi dari Jangglungharjo hanya dipasarkan di sekitar Tulungagung dan dikonsumsi secara terbatas. Melalui Kosabangsa, kami ingin membantu petani naik tingkat, memiliki kemampuan manajerial dan akses pasar yang lebih luas,” ujar Mufida Diah Lestari, Ketua Pelaksana Program dari Universitas Tulungagung dalam keterangannya pada media ini, Rabu (22/10/2025).
Selain teori, para peserta juga mendapatkan bimbingan langsung dari tim ahli kedua kampus untuk praktik pengolahan dan branding produk kopi lokal agar memiliki nilai tambah.
Kolaborasi ini menjadi wujud nyata sinergi antara ilmu pengetahuan dan potensi lokal. Menurut Wahyu Dwi Lestari, Ketua Tim Pendamping dari UPN Veteran Jawa Timur, pendampingan ini tidak hanya memperkuat kapasitas petani, tetapi juga membuka peluang bagi produk kopi Jangglungharjo menjadi komoditas unggulan bernilai tinggi.
“Dengan bekal manajemen usaha yang kuat, kami yakin Kelompok Tani Jangglungharjo bisa naik kelas. Kopi mereka tidak lagi sekadar hasil tani, tetapi bisa menjadi produk unggulan yang diakui pasar nasional,” ungkap Wahyu.
Bagi masyarakat Jangglungharjo, program ini adalah peluang untuk mengubah cara pandang dalam mengelola hasil bumi mereka. Ketua Kelompok Tani setempat mengaku termotivasi untuk menerapkan pengetahuan baru dalam pengelolaan usaha kopi.
“Kami jadi paham bahwa kopi bukan hanya soal tanam dan jual. Tapi juga tentang bagaimana mengemas, memasarkan, dan menjaga kualitas agar punya nilai lebih,” katanya.

Sementara itu, Rudi Santoso, Kepala Desa Jangglungharjo, berharap program ini bisa berjalan berkelanjutan.
“Saya berharap kegiatan seperti ini tidak berhenti di tahun ini saja. Kalau bisa terus berlanjut, saya yakin dampaknya akan sangat besar bagi masyarakat desa kami,” ujarnya optimistis.
Program Kosabangsa menjadi bukti bahwa kampus dapat menjadi motor perubahan sosial. Melalui pendekatan kolaboratif, ilmu pengetahuan tidak hanya berhenti di ruang kelas, melainkan benar-benar membawa manfaat nyata bagi masyarakat.
“Universitas harus hadir di tengah rakyat. Inovasi dan ilmu harus turun ke desa, membantu masyarakat agar lebih berdaya dan mandiri,” tutur Mufida menegaskan.
Kini, dengan dukungan dua perguruan tinggi dan semangat petani yang tak kenal lelah, kopi Jangglungharjo siap melangkah lebih jauh, dari kebun kecil di lereng selatan menuju cita rasa besar di pasar nasional bahkan bisa jadi pasar global. Semoga. (*)
Editor: Abdel Rafi



