
SIDOARJO, CAKRAWARTA.com – Dalam suasana yang sarat makna dan getar emosional, Majelis Alumni Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (MA IPNU) Jawa Timur meluncurkan dua inisiatif penuh ruh: program Umrah Bareng Alumni IPNU dalam rangka Hari Santri Nasional (HSN) 2025 dan peluncuran buku obituari “Sholihun Hayat, Sholihun Mamat – Teladan Kesalehan KH Sholeh Hayat”.
Peluncuran dilakukan di tengah forum “Rembuk Alumni IPNU se-Jatim” yang dihadiri lebih dari seratus alumni lintas generasi. Dalam suasana haru yang mengalirkan kenangan dan semangat kebersamaan, Ketua MA IPNU Jatim, KH Abdul Hamid Wahid, M.Ag. — yang juga menjabat Bupati Bondowoso — membuka acara dengan penuh harap dan keyakinan.
“Bismillah… hari ini, kita nyalakan kembali api ukhuwah. Saya luncurkan program Umrah Bareng Alumni IPNU untuk memperingati HSN 2025 sebagai langkah ruhani dan ziarah batin bagi para kader dan alumni,” ujar Gus Hamid -sapaan akrabnya- dengan suara yang lirih namun sarat tekad.
Peluncuran program ini disaksikan langsung oleh Prof. Dr. Asrorun Ni’am Sholeh, Sekjen Presidium MA IPNU Pusat, dan turut diamini oleh tokoh-tokoh nasional seperti Bupati Blora Arief Rohman (perwakilan MA IPNU Jateng) dan Wasekjen PBNU HM Nur Hidayat, yang juga Penasehat MA IPNU Jatim. Program ini akan dilaksanakan bekerja sama dengan Chatour Travel, biro perjalanan milik HM Muhibbin Billah, yang juga bagian dari MA IPNU Jatim.
“Semoga langkah ini bisa menjadi wasilah silaturahmi nasional lintas alumni. Bahkan ada satu bank BUMN yang siap memberikan dana talangan agar tak satu pun kader tertinggal,” tutur Prof. Ni’am -sapaan akrab Sekjen Presidium MA IPNU Pusat- menggugah semangat peserta.
Mengenang Kesalehan Seorang Kiai, Mengabadikan Nilai Seorang Guru Bangsa
Momentum tersebut juga menjadi ruang suci untuk mengenang almarhum KH Sholeh Hayat, tokoh sepuh NU Jawa Timur yang telah wafat saat masih mengemban amanah sebagai Wakil Katib Syuriyah PWNU Jatim (2024–2029). Lewat buku obituari bertajuk “Sholihun Hayat, Sholihun Mamat”, para kader dan sahabat mengabadikan warisan ruhani dan keteladanan beliau dalam satu bingkai narasi utuh.
Buku yang disusun penuh cinta ini memuat catatan biografis, testimoni keluarga, dan kesaksian para sahabat. Editor buku, Dr. Hakim Jayli, Wakil Ketua PWNU Jatim sekaligus CEO TV9, menyampaikan bahwa buku ini adalah “tangga kecil” untuk mengenang sejarah dan peran seorang kiai yang hidupnya adalah ladang pengabdian.

“KH Sholeh Hayat tak hanya hidup saleh, tapi juga wafat dalam kemuliaan. Frasa ‘Sholihun Hayat, Sholihun Mamat’ adalah dhawuh Gus Miek yang menjadi roh utama buku ini,” ujar Hakim Jayli, dengan suara yang bergetar.
Ditulis oleh sejarawan muda NU asal Banyuwangi, Ayung Notonegoro, buku ini menjadi monumen naratif atas dedikasi Pak Sholeh dalam sembilan periode khidmah di PWNU Jatim, sejak era 1984 hingga akhir hayatnya.
Silaturahmi Alumni, Jembatan Ruhani Untuk Perubahan
Dalam refleksi yang mendalam, Prof. Ni’am menegaskan potensi strategis alumni IPNU Jatim yang kini tersebar di berbagai lini — dari legislatif, birokrasi, hingga ruang akademik dan profesional. Ada 47 alumni di DPRD, 6 kepala daerah, dan ratusan lainnya yang masih menjaga denyut semangat kaderisasi.

“Sejak MA IPNU dibentuk tahun 2008 oleh tokoh-tokoh seperti Rekan Said Budairi, Tosari Wijaya, dan Asnawi Latief, khittah kami jelas: menyambung tali silaturahmi dan menjadi pendorong moral serta material bagi kader-kader aktif,” ujarnya.
Dalam forum itu hadir pula alumni dari lintas generasi — dari era 1990-an hingga kader IPNU terkini. Tak ketinggalan, perwakilan FA IPPNU Jatim yang turut menyambut hangat peluncuran program dan buku ini.
Kesalehan yang Mengalir dalam Tinta dan Doa
Buku obituari ini memuat testimoni penuh cinta dari anak-anak almarhum (Syahdi, Atika, dan Fathur Ridho), serta sahabat dan kader seperti Cak Wahid Asa (Aula), Gus Fuad Anwar, Cak Darsono, Gus Taufiq Jalil, hingga Muzammil Syafi’i dan Ust. Makruf Khozin.

Kesalehan, dalam buku ini, bukan hanya dikenang. Ia dihidupkan, diulang, dan diwariskan — agar generasi berikutnya tak kehilangan arah dalam pusaran zaman yang kerap membuat lupa pada akar.
“Kami tidak sedang merayakan kematian. Kami sedang merawat kenangan dan menyalakan kembali cahaya yang ditinggalkan beliau,” ucap salah satu alumni dengan mata berkaca-kaca.
Dari forum ini, dua perjalanan dimulai: satu menuju Tanah Suci untuk menyucikan niat dan ruh kader, satu lagi menuju kedalaman jiwa untuk menyelami warisan seorang guru bangsa. Keduanya dilandasi cinta yang sama—cinta kepada ilmu, kepada kiai, dan kepada jam’iyyah Nahdlatul Ulama. (*)
Kontributor: Cak Edy
Editor: Abdel Rafi
Foto: MA IPNU Jatim for Cakrawarta



