Jakarta, – Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Asep Nana Mulyana memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 9 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif.
Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif (restorative justice) yaitu terhadap Tersangka Dandung Sucahyo bin Sukamdi dari Kejaksaan Negeri Temanggung, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
Kronologi bermula sekira pada hari Minggu (16/6/2024) sekitar pukul 16.30 WIB, Nur Miyoto (saksi) sedang berada di rumah dan didatangi oleh Dandung Sucahyo bin Sukamdi (tersangka) yang ingin menjual pisang kepada Nur Miyoto. Kemudian dimana Nur Miyoto dengan Bandung telah kenal kurang lebih selama tiga bulan, saat itu tersangka datang dengan jalan kaki kemudian ijin kepada saksi untuk meminjam sepeda motor merk Suzuki Shogun Nomor Polisi AA-2438-GN tahun 2000 warna merah dengan Nomor Rangka: MH8FD110DYJ456649 dan Nomor Mesin: E109ID457205, yang akan digunakan untuk mengambil pisang di daerah Bulu, Kabupaten Temanggung.
Oleh karena sudah percaya dengan tersangka, maka Nur Miyoto menyerahkan kunci kontak kepada tersangka untuk meminjamkan sepeda motornya. Akan tetapi setelah beberapa jam tidak kembali lagi dan juga tidak mengembalikan sepeda motor miliknya, Dandung justru menjual sepeda motor tersebut di tempat penjualan rongsok atau barang bekas di daerah Kedu.
Sepeda motor tersebut laku dijual dengan harga Rp 500.000,- dan ditambah ada keranjang besi di sepeda motor juga terjual laku Rp 70.000,- sehingga total hasil penjualan menjadi Rp 570.000,-.
Akibat dari perbuatan Dandung, Nur Miyoto mengalami kerugian sebesar Rp 3.000.000 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah itu.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Temanggung Nilma, S.H., M.H. dan Kasi Pidum Liberty Saur Martuah Purba, S.H. serta Jaksa Fasilitator Liberty Saur Martuah Purba, S.H. dan Dadang Suryawan, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban. Setelah itu, korban menerima permintaan maaf dari tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Temanggung mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice kepada Kepala Kejaksaan Jawa Tengah.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut. Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Ponco Hartanto, S.H., M.H. sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar hari ini, Rabu (28/8/2024).
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 8 perkara lain melalui mekanisme restorative justice, terhadap tersangka Herwadi alias Pawadi alias Arwadi dari Kejaksaan Negeri Poso, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Juga tersangka Agung Riyanto bin Warijo dari Kejaksaan Negeri Gunungkidul, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Juga tersangka Isnaini Nur Rahman Hakim alias Rahman bin Parjiyanto dari Kejaksaan Negeri Bantul, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHP tentang Penganiayaan.
Juga tersangka Darmaji alias Majek bin Rasman dari Kejaksaan Negeri Indramayu, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. Lalu tersangka Muhamad Patoni bin Jamsuki (Alm) dari Kejaksaan Negeri Kuningan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Dan tersangka Zicco Surya Dewata Satria Putra alias Kobik bin Tri Sumarsono dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Abd Rahman bin Hairani dari Kejaksaan Negeri Kapuas, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Serta tersangka Putra Medikantara bin Haryadi dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice ini diberikan antara lain, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
tersangka belum pernah dihukum;
tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun;
tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya; proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi; tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar; pertimbangan sosiologis yaitu masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
(Andrie/rafel)