
BANDUNG, – Kasus dugaan korupsi pembagian kuota haji 2023-2024 yang menyeret sejumlah pejabat Kementerian Agama menjadi sorotan publik. Di tengah gencarnya kampanye moderasi beragama, praktik penyelewengan justru muncul di sektor yang menyangkut amanah jutaan umat.
Indonesia pada 2023 mendapat tambahan kuota haji sebanyak 20.000 jemaah dari pemerintah Arab Saudi, hasil diplomasi Presiden Joko Widodo. Sesuai regulasi, kuota tersebut seharusnya dibagi 92% untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus. Namun, Kementerian Agama di bawah Menteri Yaqut Cholil Qoumas diduga membagi kuota secara setara, masing-masing 50%.
Akibatnya, dana haji yang seharusnya masuk kas negara melalui skema haji reguler justru mengalir ke pihak swasta, khususnya biro travel haji. Praktik ini dinilai bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga pengkhianatan terhadap nilai kemanusiaan.
“Korupsi merampok dana pendidikan, menghambat pembangunan rumah sakit, dan memperpanjang kemiskinan. Ini bentuk kekerasan struktural yang sama berbahayanya dengan ekstremisme,” ujar Pengurus Lembaga Dakwah PWNU Jawa Barat, Ayik Heriansyah, dalam keterangannya, Sabtu (15/8/2025).
Ayik menilai, ironi besar terjadi ketika sebagian pejabat tampil dengan citra moderat dalam beragama, namun justru “radikal” dalam korupsi. Menurutnya, nilai-nilai ilahi seperti kejujuran, amanah, dan tanggung jawab seharusnya hadir justru di ruang birokrasi dan administrasi negara.
Ia menyerukan agar masyarakat bersikap tegas terhadap praktik korupsi tanpa pandang bulu. “Radikalisme dalam kejujuran adalah satu-satunya radikalisme yang layak diperjuangkan,” tegasnya.
Ayik mengingatkan bahwa ancaman terbesar bagi NKRI tidak selalu datang dari kelompok radikal bersenjata, tetapi bisa lahir dari tangan-tangan pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan. (*)
Kontributor: Tommy
Editor: Abdel Rafi



