Thursday, March 28, 2024
HomeEkonomikaIzin Perpanjangan Kontrak Freeport Dinilai Atas Restu Jokowi

Izin Perpanjangan Kontrak Freeport Dinilai Atas Restu Jokowi

Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara.
Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara.

JAKARTA – Polemik mengenai perpanjangan ijin kontrak PT Freeport Indonesia yang sampai 2041 makin panas. Banyak tudingan mengarah kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said (SS) karena dianggap sebagai pemegang kebijakan kunci dalam pemberian ijin perpanjangan kontrak dimaksud. Kecaman pun datang dari Menko Maritim, Rizal Ramli (RR) yang mulai fenomenal dengan jurus “kepret’nya sejak masuk Kabinet Kerja. Tetapi pendapat cukup berbeda disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara. Menurut Marwan,  Menteri ESDM tampaknya hanya satu  subjek dalam proses renegosiasi  kontrak Freeport.

“Gak mungkin Pak SS berani mengambil keputusan yang sangat penting dan strategis seperti  kontrak tambang Freeport tanpa lebih dulu mendapat approval dari pemimpin tertinggi negara (presiden),” ujar Marwan Batubara di Jakarta, Selasa (13/10).

Menurut Marwan, RR boleh saja berteriak mengecam kebijakan dari SS. Tapi menurutnya, SS tetap melanjutkan rencana kesepakatan prinsip dengan  Freeport dan tak bergeming karena sudah mendapat dukungan dari presiden.

“Kalau Presiden Joko Widodo setuju dengan sikap dan penilaian pak RR bahwa pak SS salah dan keblinger, beliau (Presiden Joko Widodo) kan bisa peringatkan dan koreksi kebijakan atau keputusan tersebut? Tapi kenapa beliau diam saja, dan memilih blusukan kemana-mana?” imbuh Marwan.

Apalagi menurut Marwan, yang terjadi baru kesepakatan prinsip, masih menunggu perubahan Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah agar kesepakatan tersebut berlaku efektif dalam bentuk Ijin Usaha Pertambangan (IUP), sehingga masih bisa dikoreksi.

“Konon SS justru hanya menjalankan perintah. Freeport pun tidak hanya bernegosiasi dengan wakil pemerintah (Kementerian ESDM), tetapi juga lebih jauh dan lebih tinggi dari itu,” sambungnya.

Ada beberapa hal yang menjadi kegelisahan publik menurut pria kelahiran Sumatera Utara itu sehingga layak untuk ditanyakan seperti apakah sudah terjadi rekayasa kebijakan dan pengambilan keputusan; adakah pejabat yang sedang memainkan peran penting tapi ingin terlihat selalu bersih sambil mencari kambing hitam untuk di-kuyo dan apakah sudah terjadi rekayasa kebijakan, agar citra politik tetap terjaga.

“Silakan bapak/ibu gunakan logika sederhana untuk menjawab pertanyaan tersebut,” kata anggota DPD RI periode 2004-2009 itu.

Marwan menambahkan, di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah sangat nyata melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba. Salah satunya, menurut dia adalah dengan menerbitkan PP Nomor 1 Tahun 2014.

“Saat itu tampaknya SBY layak di-impeach. Yang sangat mendesak dilakukan Jokowi adalah melakukan koreksi atas kekeliruan tersebut, bukannya justru melanjutkan pelanggaran hukum yang sudah dilakukan SBY,” tegasnya.

Marwan menilai harus ada solusi atas rencana investasi Freeport sebesar US$ 17.3 miliar untuk underground mining dan smelter yang tidak feasible kalau periode kontrak tinggal 6 tahun (sampai dengan tahun 2021). Oleh karenanya menurut Marwan, kontrak Freeport memang perlu diperpanjang.

“Tapi caranya harus berdaulat dan tetap menjaga martabat bangsa. Itu sebabnya perlu lebih dulu penerbitan Perppu dan PP, sambil memperoleh jaminan bahwa sejak 2021-2025, Indonesia menjadi pemegang saham mayoritas di Freeport,” terang jebolan Monash University Australia itu.

Sedangkan terkait saham daerah (Papua dan Papua Barat), pemerintah harus berperan kuat untuk mengontrol. Jika daerah dibiarkan jalan sendiri akan menjadi objek Freeport dan investor asing atau swasta. Jika hal tersebut sampai terjadi dikhawatirkan suara pemilik saham akan terpecah, sehingga tidak terlalu berperan mengontrol jalannya korporasi.

Karenanya Marwan menyarankan pemerintah untuk membentuk Konsorsium Nasional yang terdiri dari pemerintah, BUMN dan BUMD untuk memiliki dan menjalankan peran pemilikan saham dan penguasaan negara di Freeport.

Oleh karena itu, Marwan berharap Presiden Joko Widodo harus menghentikan sandiwara kisruh kontrak Freeport.

“Jangan sampai tambang emas, perak dan tembaga di Timika tergadai dan digadai untuk kepentingan politik, perburuan rente dan dalam rangka meraih dukungan asing. Presiden harus menjamin suara pemerintah  adalah satu. Di bawah Presiden Joko Widodo, Kabinet Kerja harus solid dan bersatu menghadapi kontraktor asing, dan anggota kabinet harus menghentikan saling gugat dan kecam di ranah publik. Karena kisruh kontrak Freeport sangat penting dan strategis untuk diabaikan dan digantikan oleh kegiatan blusukan yang mungkin lebih tepat dilakukan menjelang pemilu,” pungkasnya.

(mb/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular