Friday, March 29, 2024
HomeGagasanIrak Semakin Hancur Pasca Saddam Hussein

Irak Semakin Hancur Pasca Saddam Hussein

 

Turki telah menurunkan pasukan untuk operasi darat lintas-perbatasan melawan Kurdi di Irak utara, Rabu, 17 Juni 2020. Hal ini akan menjadi serangan udara dan darat pertama yang diumumkan oleh Ankara di dalam wilayah Irak.

Peristiwa yang mengundang konflik baru ini tidak mungkin terjadi jika Presiden Irak Saddam Hussein atau penggantinya beragama Muslim Sunni masih memimpin negara tersebut hingga hari ini.

Tetapi serangan militer Amerika Serikat (AS) ke Irak tahun 2003, memunculkan masalah baru di Irak. Invasi AS ke Irak tahun 2003 dengan kode “Operasi Pembebasan Irak” membuat Irak hancur. Serangan itu secara resmi dimulai pada tanggal 19 Maret 2003. Tujuan sebagaimana menurut AS, adalah untuk “melucuti senjata pemusnah massal Irak, mengakhiri dukungan Saddam Hussein kepada terorisme, dan memerdekakan rakyat Irak”.

Istilah senjata pemusnah massal ini hanya dikarenakan ketakutan AS sendiri, setelah sewaktu berlangsung Perang Irak-Iran selama delapan tahun, AS waktu itu memang memasok persenjataan membantu Irak. Berkemungkinan besar, terdapat senjata pemusnah massal. Inilah yang dicemaskan AS, karena takut akan digunakan Saddam Hussein berbalik melawan tentara AS setelah terjadi pengusiran tentara Irak dari Kuwait.

Sangatlah jelas bahwa isu “terorisme,” kepada Presiden Irak Saddam Hussein waktu itu, hanyalah istilah yang dibuat-buat setelah Irak menyerang terangganya, Kuwait tersebut.

Di dalam catatan sejarah, memang setelah menangnya Revolusi Islam di Iran (Islam Syiah) terjadi perang Irak-Iran yang menggelora selama satu windu (1980-1988). Pada waktu inilah AS mendukung dan berada di pihak Irak.

Perang ini membuat Irak kewalahan. Memang perang akhirnya berhenti dengan sendirinya, tetapi biaya perang selama delapan tahun, membuat Irak kesulitan. Irak sangat tergantung pada ekspor minyak— demikian pula negara-negara Arab lain- tetapi panasnya persaingan di Timur Tengah sering kali bukan didasarkan pada persoalan ideologis atau politis, tapi ekonomis ini yang berasal dari penjualan minyak Irak ini.

Bersamaan dengan itu, tetangganya, Kuwait pun berulah. Negara ini memutuskan untuk menurunkan harga minyak.

Kebijakan Kuwait menurunkan harga minyak tersebut membuat Saddam kemudian meminta Kuwait untuk membayar miliaran dolar AS kepada Irak sebagai kompensasi. Kuwait tidak menuruti permintaan tersebut.

Hubungan kedua negara semakin tegang setelah Saddam juga menuduh Kuwait mencuri minyak Irak dengan metode pengeboran miring (slant drilling). Asalnya dikatakan dari teritori Kuwait tembus hingga ke ladang minyak Irak di wilayah Rumala.

Kuwait adalah negara kecil, tetapi kaya minyak. Negara ini berbatasan di Selatan Irak.

Tidak terduga, pada 2 Agustus 1990, Saddam Hussein melancarkan invasi militer terhadap Kuwait. Hanya butuh dua hari bagi pasukan Saddam untuk menggulingkan pemerintahan resmi Kuwait dan mendirikan rezim boneka bernama Republik Kuwait, dan beberapa hari kemudian mengumumkannya sebagai provinsi ke-19 Irak.

Sejumlah sejarawan meyakini motif invasi juga didasarkan pada klaim historis bahwa Kuwait adalah bagian alamiah Irak sebagai hasil dari imperialisme Inggris. Sejak saat inilah awal persengketaan antara AS dengan Irak yang selama ini bersahabat baik dan AS selalu membantu Irak dengan persenjataan selama Perang Irak-Iran.

Musallam mencatat Kuwait pada awalnya bersikap netral di Perang Iran-Irak. Me

Akhirnya AS bertindak. Sekitar 100.000 tentara AS dimobilisasikan di Kuwait. Amerika Serikat menyediakan mayoritas pasukan untuk invasi ini, dengan dukungan dari pasukan koalisi yang terdiri dari lebih 20 negara dan suku Kurdi di utara Irak. Berarti suku Kurdi, sejak awal membantu AS.

Setelah Kuwait berhasil diambil alih dari Irak, serangan pasukan AS dilanjutkan ke Irak. Pada waktu inilah pemerintahan Saddam Hussein terguling dan ia sendiri berhasil ditangkap, kemudian diseret ke depan pengadilan Irak.

Saddam Hussein kemudian dihukum mati di sebuah tempat yang tidak diumumkan di Baghdad, Irak. Saddam digulingkan tidak lama setelah Presiden Amerika George W. Bush melancarkan invasi pada bulan Maret tahun 2003 itu, karena dituduh telah menimbun senjata-senjata pemusnah massal dan punya hubungan dengan al-Qaida.

Tapi John Nixon, seorang pejabat tinggi Dinas Intelijen Amerika (CIA), yang pertama kali menginterogasi Saddam tidak lama setelah ia ditangkap, mengatakan apa yang diketahui CIA menjelang invasi itu ternyata banyak yang salah.

John Nixon menerbitkan buku tentang Saddam Hussein, di mana ia mengatakan, pemimpin Irak itu tidak punya senjata pemusnah massal dan bahkan sangat mengecam al-Qaida serta kelompok-kelompok Islam yang terilhami oleh ajaran Wahhabi dari Arab Saudi.

Dalam wawancara dengan stasiun radio dan televisi Democracy Now!, John Nixon mengatakan Saddam Hussein bahkan telah menyerahkan sebagian besar kekuasaan pemerintahan kepada para pembantu seniornya sebelum Presiden Bush melancarkan serangan. Kata Saddam kepada Nixon, ia melakukan hal itu supaya bisa memusatkan perhatian pada sebuah buku yang sedang ditulisnya.

“Satu hal yang paling berkesan bagi saya, adalah ketika ia mengatakan ‘kau tahu, saya sedang menulis buku,” dan pelimpahan kekuasaan yang dilakukannya sama sekali tidak diketahui oleh CIA.

“Kita masih beranggapan bahwa Saddam adalah seorang manipulator ulung dan seseorang yang aktif menentukan apa yang harus dilakukan. Padahal ia telah menyerahkan kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan sehari-hari kepada para pembantu seniornya,” kata John Nixon.

Kata Nixon lagi, dari hasil pertemuan dan percakapannya dengan Saddam Hussein ia mendapati bahwa Saddam adalah “salah seorang tokoh yang paling karismatik” yang pernah ditemuinya, walaupun ketika itu ia berada dalam status sebagai tawanan.

Ketika ia menanyakan tentang program senjata pemusnah massal, Saddam mengatakan ia telah menghentikan proyek itu sejak tahun 1995, dan, “berdasarkan pembicaraan saya dengannya dan dengan sejumlah para penasihatnya, dan dari semua dokumentasi yang kita punyai, kami tidak menemukan apapun, dan saya berkesimpulan bahwa dia memang telah menghentikan program itu.”

John Nixon juga ditanya tentang tuduhan Amerika yang mengatakan bahwa Saddam pernah memerintahkan penggunaan senjata pemusnah massal itu terhadap suku Kurdi Irak.

“Ketika saya tanyakan hal itu padanya, ia menjadi sangat marah. Ia mengatakan tidak memerintahkan penggunaan senjata kimia atas penduduk Kurdi di Halabja. Saddam bahkan sangat marah pada komandan militernya yang mengambil keputusan itu, khususnya karena senjata itu digunakan di kawasan Kurdi yang bersekutu dengan Iran.”

Saddam mengatakan ia sangat kuatir bahwa Iran, yang pernah terlibat perang panjang dengan Irak, akan memanfaatkan peristiwa itu sebagai bahan propaganda.

Masa Depan Rakyat Irak yang Semakin Suram

Serangan udara Turki baru-baru ini yang menargetkan pasukan Mobilisasi Populer Irak yang berada di bawah payung milisi Syiah yang didukung Iran di dekat kamp Taji, Utara Baghdad, diberitakan menewaskan enam orang dan melukai tiga lainnya.

Kementerian Pertahanan menyatakan, serangan udara ke wilayah perbatasan Irak Haftanin, sekitar 15 kilometer dari perbatasan Turki-Irak, diluncurkan setelah tembakan artileri intens ke daerah itu. Operasi ini didukung oleh pesawat tempur, helikopter serang, artileri, dan pesawat nirawak bersenjata dan tidak bersenjata.

Operasi digelar menyusul meningkatnya gangguan dan upaya untuk menyerang pos atau pangkalan militer di Turki yang ada di dekat daerah perbatasan. Kementerian Pertahanan menyatakan, pasukan Turki akan menargetkan kelompok teror lain di wilayah itu, tetapi tidak menyebut namanya.

“Operasi Claw-Tiger terus berhasil sesuai rencana,” kata Kementerian Pertahanan sambil menunjukan video Menteri Pertahanan, Hulusi Akar, mengawasi misi di pusat komando di Ankara melalui akun Twitter.

Turki secara teratur melakukan serangan udara dan darat terhadap Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang mempertahankan pangkalan di Irak utara. Namun, serangan kali ini menjadi yang pertama diumumkan oleh Turki.

Serangan ini terjadi beberapa hari setelah Turki meluncurkan operasi udara di wilayah Irak utara. Menurut Departemen Pertahanan, sasaran terhadap milisi Kurdistan yang dicurigai di beberapa lokasi di utara Irak, termasuk Sinjar, dan menargetkan 81 tempat persembunyian milisi.

“Turki terus berjuang melawan teroris menggunakan hak berdasarkan hukum internasional. Ini adalah hak dan kewajiban kita yang paling alami untuk memerangi teroris yang menyerang perbatasan kita, warga negara, dan pasukan keamanan,” kata  wakil ketua partai berkuasa, Omer Celik.

PKK atau pihak Baghdad dan wilayah semi-otonomi Kurdi Irak utara, belum memberikan tanggapan dari pengumuman Turki. Namun, Pemerintah Irak, memanggil Duta Besar Turki untuk memprotes serangan udara pada Selasa.

PKK telah memimpin pemberontakan selama puluhan tahun di wilayah tenggara Turki yang sebagian besar adalah suku Kurdi. Upaya itu dianggap sebagai teroris oleh Turki, Amerika Serikat dan Uni Eropa. Konflik telah menyebabkan hilangnya puluhan ribu jiwa sejak dimulai pada tahun 1984.

Masa depan rakyat Irak semakin suram. Kekuasaan yang dipegang Perdana Menteri dari Islam Syiah sekarang ini dan dibentuk setelah Saddam Hussein dari Islam Sunni tumbang, tidak juga menjamin ketertiban dan keamanan bisa terjamin di masa Saddam Hussein. Kestabilan dan keamanan di Irak tersebut, saya saksikan ketika ke Irak untuk pertama kali pada bulan Desember 1992. Kehancuran Irak akibat serangan AS dan sekutunya, saya saksikan ketika diundang ke Irak oleh Duta Besar Indonesia Letjen TNI Marinir Purnawirawan Safzen Noerdin pada bulan September 2014.

 

DASMAN DJAMALUDDIN

Sejarawan dan Jurnalis Senior

RELATED ARTICLES

Most Popular