JAKARTA – Komisi VI DPR RI sebagai alat kelengkapan DPR RI yang membidangi antara lain bidang Industri, Perdagangan, Badan Usaha Milik Negara/Daerah, Investasi, tengah menjalankan fungsi pengawasan legislasi terhadap sejumlah Perundang-undangan antara lain RUU BUMN No 19/2003 dan RUU Persaingan Usaha serta sejumlah Panitia Kerja bidang industri, perdagangan dan investasi.
Globalisasi memberi kesempatan sekaligus tantangan bagi Pemerintah Indonesia. Tugas Komisi VI DPR RI adalah memastikan bahwa Globalisasi memberi manfaat positif bagi distribusi pendapatan antar golongan, antar wilayah dan penguasaan faktor-faktor produksi bagi seluruh rakyat Indonesia, sesuai amanat UUD RI Tahun 1945 (Amandemen IV) Pasal 33.
Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia mengapresiasi langkah terpuji dari Jerman sebagai salah satu anggota Uni Eropa yang terbuka menerima pengungsi asal negara Suriah, dan kami berharap semoga konflik Suriah segera menemukan jalan damai.
DPR RI beserta Pemerintah Indonesia mengapresiasi upaya-upaya peningkatan kerjasama Indonesia-Uni Eropa dalam kerjasama Partnership Cooperation Agreement (PCA) RI-UE sejak 2010, terutama yang relevan dengan tugas dan kewenangan Komisi VI DPR RI adalah perdagangan ikan dan produk laut ke Uni Eropa harus hasil tangkapan legal dan harus sudah disertifikasi (catch certification) dan dapat dilacak asal usulnya.
Demikian disampaikan Ketua Komisi VI DPR RI, Achmad Hafisz Tohir di Jakarta, Selasa (02/01/2016) dalam siaran persnya tentang pertemuan pimpinan komisi VI DPR RI dengan Duta Besar Uni Eropa, Mr. Vincent Guerend beberapa waktu lalu.
Menurut Hafisz, hal tersebut penting bagi Indonesia sebagai negara kepulauan yang sedang membangun kemaritimannya. DPR RI beserta Pemerintah Indonesia mencermati pelaksanaan Aid Effectiveness yang sesuai dengan asas resiprokal dalam proyek-proyek kerjasama dengan Uni Eropa antara lain seperti yang tertuang dalam Paris Declaration dan Jakarta Commitment Multiannual Indicative Programme (MIP) ke-2 senilai total 185 Juta Euro yang telah berakhir di Tahun 2013.
“Bagi Indonesia Uni Eropa adalah pasar tujuan ekspor Indonesia yang potensial dan merupakan pasar utama terbesar bagi Indonesia setelah Amerika Serikat dan Jepang,” ungkap politikus PAN itu.
Hafisz menambahkan bahwa Indonesia masih belum melupakan krisis ekonomi kawasan Eropa tahun 2008 yang hingga kini telah berangsur pulih, namun masih terjebak dalam ancaman risiko hutang dan kondisi deflasi.
“Keadaan Indonesia pun hampir serupa karena sebagai negara small open economy, Indonesia terdampak transmisi krisis di kawasan Eropa. Namun demikian, Indonesia masih bisa mencatat pertumbuhan ekonomi dikisaran 5,2 persen pada 2015,” tegasnya.
Hafisz menjelaskan, Indonesia berada pada fase peningkatan daya saing dalam kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan Presiden Joko Widodo pada Oktober 2015 lalu pada pertemuan dengan Presiden Barack Obama di Amerika Serikat, telah menyatakan minat dan kesiapan untuk ikut serta pada Kemitraan/Kerjasama Trans Pasifik (TPP). Bagi DPR RI yang secara konsitusional memegang Kedaulatan Rakyat karena terpilih langsung oleh Rakyat Indonesia, tentu saja sangat berkepentingan pada kerjasama ekonomi kawasan MEA dan TPP ini.
“Belajar dari kondisi krisis ekonomi kawasan Eropa, tentu hal ini jangan sampai terjadi untuk kawasan ASEAN kelak,” paparnya.
Pemerintah Indonesia sambung Hafisz, harus sungguh-sungguh cermat mempelajari apa keuntungan dan kerugian dari krisis yang terjadi di kawasan Eropa agar dapat mengambil langkah antisipasi yang strategis untuk kepentingan nasional dalam bingkai NKRI.
Basis ekonomi kerakyatan dalam wadah Koperasi dan UMKM masih menghadapi banyak sekali permasalahan dalam pengembangannya. Umumnya, koperasi dan UMKM sulit memperoleh akses keuangan ke perbankan karena tidak dapat memenuhi persyaratan agunan. Permasalahan badan hukum koperasi dan UMKM bidang keuangan mikro, juga berpengaruh keberlanjutan usaha dan kepercayaan perbankan.
Menurut Hafisz, Komisi VI DPR RI mendesak Pemerintah Indonesia segera menyusun langkah kerjasama Uni Eropa dalam bidang koperasi dan UMKM, mengingat, Uni Eropa memiliki sejarah panjang koperasi dan UMKM yang berhasil mensejahterakan para anggota dan pelaku UMKM, yang berpihak pada sosiologis dan antropologis koperasi Indonesia.
“Oleh karenanya Pemerintah harus mampu memberdayakan Koperasi dan UMKM agar bisa tumbuh dan berkembang sehingga mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi dan memiliki daya saing yang tinggi terutama memasuki MEA,” ungkap politikus yang lama bergelut di bisnis migas ini.
Hafisz menjelaskan Komisi VI DPR RI sedang menyusun RUU tentang BUMN dan Persaingan Usaha, negara-negara Uni Eropa dikenal sangat baik menjaga daya saing BUMN secara transparan dan menjaga kedaulatan negara. Untuk itu, Komisi VI DPR RI berminat menjalin kerjasama dengan Uni Eropa dalam hal pertukaran informasi tentang mekanisme pembinaan dan pengelolaan aset–aset BUMN dan Persaingan Usaha Sehat.
“Rasio ekspor Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto Tahun 2014 sebesar 23,7 persen sedangkan Uni Eropa memiliki Rasio ekspor terhadap Produk Domestik Eropa 40,1 persen,” paparnya.
Hal ini menurut Hafisz membuka peluang kerjasama ekspor Indonesia ke Uni Eropa, terutama ekspor industri manufaktur selain juga ekspor komoditas pertanian, perikanan dan perkebunan.
“Dalam pertemuan ini kami harapkan adanya masukan dan informasi mengenai hambatan dan kendala peningkatan kerjasama dengan Uni Eropa terutama bidang Koperasi dan UMKM, rasio ekspor Indonesia terhadap PDB yang meningkat, realisasi investasi yang melibatkan BUMN serta potensi perdagangan berbasis kemaritiman,” pungkasnya.
(ah/bti)