
PONOROGO, CAKRAWARTA.com – Raut wajah sumringah dan mata yang sedikit berkaca-kaca mewarnai Pendopo Agung Kabupaten Ponorogo, Rabu (14/5/2025). Di antara kursi-kursi plastik yang tertata sederhana, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa duduk menyapa satu per satu warga, menyelipkan doa, harapan, dan secercah semangat dalam setiap amplop bantuan yang ia serahkan.
Tak hanya sekadar seremoni, kedatangan Khofifah kali ini menjadi pengingat bahwa negara masih hadir di tengah rakyatnya, terutama mereka yang paling membutuhkan uluran tangan—kaum disabilitas, ibu tunggal, lansia renta, hingga anak-anak dari keluarga miskin ekstrem.
“Setiap bantuan ini bukan sekadar angka dan nominal. Ia adalah simbol kasih sayang negara untuk rakyatnya yang sedang berjuang,” tutur Khofifah lirih, saat menyerahkan bantuan secara simbolis kepada 145 penerima manfaat. Mereka terdiri dari keluarga penerima Program Keluarga Harapan (PKH) Plus dan bantuan Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas (ASPD).
Ada juga 50 perempuan tangguh yang menerima Zakat Produktif sebagai bagian dari program KIP Putri Jawara, sebuah ikhtiar pemberdayaan untuk para ibu tunggal, penyintas, dan perempuan kepala keluarga. Masing-masing mereka menerima Rp 500 ribu, yang kelak akan ditingkatkan menjadi Rp 3 juta per orang untuk pengembangan usaha.
“Mereka bukan hanya penerima bantuan. Mereka adalah para pejuang, yang dalam keterbatasan tetap memilih bangkit dan berdiri,” ujar Khofifah sambil menggenggam tangan seorang ibu yang datang membawa anaknya yang menyandang disabilitas.
Di tengah suasana hangat itu, Gubernur Khofifah juga menyerahkan sepatu sekolah untuk 10 calon siswa Sekolah Rakyat, yang berasal dari keluarga paling miskin menurut Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Sepasang sepatu, mungkin tampak sederhana. Namun bagi anak-anak itu, ia adalah tiket menuju mimpi-mimpi yang lebih besar.
“Sepatu ini bukan sekadar alas kaki. Ia adalah simbol bahwa anak-anak Ponorogo berhak melangkah sejauh mimpi mereka,” ucap Khofifah, matanya menyapu wajah-wajah mungil yang menatap haru.
Tak berhenti di sana, penghargaan dan tali asih juga diserahkan kepada para pilar sosial—para pendamping PKH Plus, TKSK, Tagana, dan pendamping disabilitas. Mereka adalah para pekerja sunyi yang saban hari mendampingi masyarakat tanpa sorotan kamera.
“Tanpa mereka, negara tak bisa benar-benar menjangkau hingga ke pintu-pintu rumah rakyat yang paling terpencil. Mereka adalah denyut nadi dari kesejahteraan sosial kita,” tegas Khofifah penuh bangga.
Dalam kesempatan tersebut, Pemprov Jatim juga menyalurkan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) kepada 10 desa di Ponorogo, mencakup program pemberdayaan BUMDes, desa berdaya, dan pemberdayaan usaha perempuan melalui Jatim Puspa. Total nilainya mencapai ratusan juta rupiah—bukan hanya angka di atas kertas, tapi benih perubahan yang ditanam hari ini untuk panen masa depan.
“Bantuan ini mungkin terlihat seperti setetes air. Tapi bagi yang benar-benar haus, setetes air adalah kehidupan,” kata Khofifah, mengutip pepatah lama.
Secara keseluruhan, Pemprov Jatim mengalokasikan lebih dari Rp 2,8 miliar untuk program bansos di Ponorogo tahun ini. Dana itu mencakup tiga program utama: PKH Plus, ASPD, dan KIP PPKS Jawara. Dana sebesar Rp 686 juta telah disalurkan untuk triwulan pertama, menjangkau lebih dari 1.300 warga.
Anggaran bantuan sosial Jawa Timur sendiri mencapai Rp 160 miliar sepanjang 2025. Di balik angka-angka itu, tersimpan harapan besar: agar kemiskinan ekstrem tak lagi jadi warisan turun-temurun, dan setiap keluarga di Jawa Timur punya pijakan yang lebih kuat untuk bangkit.
“Ini bukan tentang saya. Ini tentang bagaimana kita semua, sebagai bangsa, tak boleh membiarkan satu pun anak negeri terlepas dari pelukan perhatian dan kasih sayang,” pungkas Khofifah, sambil menyeka keringat dari pelipisnya. (*)
Kontributor: Muh Nurcholis
Editor: Abdel Rafi
Foto: Muh Nurcholis