
MADIUN, CAKRAWARTA.com – Pada Rabu (3/12/20250 malam yang sejuk di Kota Madiun, puluhan anak muda bersarung dan berjaket hijau berkumpul di sebuah kedai kopi. Forum Ngopi Nyore Edisi #68 kembali digelar, kali ini dengan tema yang lebih berat dari biasanya yaitu “Suara Kader Muda NU Madiun dan Sekitarnya“. Di tengah suasana hangat dan obrolan yang cair, forum tersebut menjadi ruang refleksi bagi generasi muda Nahdlatul Ulama untuk membahas dinamika internal organisasi yang mereka cintai.
Dua narasumber hadir mengisi forum tersebut yaitu Nadhif M. Mumtaz, intelektual muda NU sekaligus kandidat Doktor Universitas Islam Internasional Indonesia, serta Irsyad Kf Rozaq, aktivis muda NU yang selama ini banyak bergerak dalam isu sosial-keagamaan.
Kehadiran keduanya menambah bobot diskusi yang sejak awal dirancang sebagai ajang muhasabah bersama.
Para peserta forum menyampaikan keprihatinan terkait dinamika internal PBNU yang belakangan menjadi perhatian publik. Bagi mereka, konflik dan saling silang pernyataan yang muncul di media bukan hanya persoalan elite, tetapi juga berdampak langsung pada jamaah di tingkat paling bawah.
Sebagaimana tertuang dalam pernyataan sikap yang dibacakan pada forum tersebut bahwa “konflik ini menciderai hati para Jama’ah dan Jam’iyyah. Pernyataan yang disampaikan di media terkesan mengumbar aib dan merusak marwah NU.”
Irsyad menegaskan bahwa anak muda NU di tingkat daerah sering menjadi pihak yang harus menjawab kebingungan jamaah ketika dinamika di pusat mencuat. “Yang di atas saling menanggapi, yang di bawah ikut merasakan risikonya. Jama’ah bertanya pada kami, dan kami kesulitan menjelaskan,” ujarnya.
Nadhif Mumtaz: Muhasabah sebagai Tradisi NU
Dalam paparannya, Nadhif M. Mumtaz menekankan bahwa organisasi sebesar NU selalu memiliki ruang untuk berbeda pandangan. Namun ia mengingatkan bahwa muhasabah dan islah adalah tradisi para kiai yang tidak boleh ditinggalkan.
“NU memiliki mekanisme penyelesaian masalah yang diwariskan para masyayikh. Jika muhasabah tidak dilakukan, konflik berubah menjadi konsumsi publik dan kehilangan nilai perbaikannya,” terang Nadhif.
Ia mengajak para peserta untuk memandang dinamika yang ada sebagai momentum memperkuat kelembagaan, bukan melemahkan.
Salah satu poin penting yang dibahas adalah pentingnya seluruh elemen NU mulai badan otonom, lembaga, hingga pengurus di daerah, untuk menahan diri dan mengedepankan nilai ukhuwah.
Dalam dokumen resmi forum yang diterima redaksi media ini, Kamis (11/12/2025) malam, disebutkan, “Kami berharap seluruh elemen Badan Otonom dan Lembaga NU di semua tingkatan ikut meredam situasi, dengan tetap berdoa agar NU senantiasa diselimuti perdamaian dan perlindungan Allah Swt.”
Hal senada ditegaskan kembali oleh Irsyad bahwa menjaga keteduhan jam’iyah adalah tanggung jawab bersama, terutama generasi muda yang akan melanjutkan kepemimpinan NU di masa depan.
Isu Tambang dan Sensitivitas Sosial
Dalam diskusi tersebut, para peserta juga menyinggung isu tambang yang melibatkan PBNU. Bagi mereka, isu ini sensitif karena bersinggungan dengan hajat hidup masyarakat luas. Dalam pernyataan sikap tertulis, para kader muda mengatakan:
“Jika keberadaan tambang yang dikelola PBNU menciptakan ke-madlarat-an yang lebih besar, maka alangkah baiknya konsesi tambang tersebut dikembalikan ke negara.”

Nadhif memberikan pendekatan akademik terhadap isu tersebut dengan menekankan bahwa keputusan organisasi harus mempertimbangkan aspek kemaslahatan dan risiko sosial.
Forum juga menyoroti pentingnya NU sebagai jam’iyah untuk lebih berpihak kepada masyarakat kecil. Dalam dokumen yang sama dituliskan bahwa, “NU secara struktural harus lebih mendekatkan diri kepada rakyat, khususnya rakyat mustadh’afin, bukan justru selalu mendekat dengan penguasa.”
Irsyad menambahkan bahwa menguatkan kedekatan NU dengan umat adalah kunci menjaga relevansi organisasi.
Menjelang akhir acara, forum ditutup dengan doa bersama. Suasana menjadi khusyuk ketika moderator membacakan harapan agar dinamika yang terjadi menjadi jalan menuju kebaikan bagi NU.
“Kami berdoa agar segera ada jalan keluar dan NU senantiasa diselimuti perdamaian serta perlindungan Allah Swt.”
Dari sebuah kedai kopi di Kota Madiun, suara anak-anak muda NU ini mengalir sebagai pengingat bahwa muhasabah bukan hanya kewajiban individu, tetapi juga kewajiban organisasi. Mereka berharap NU kembali memantapkan diri sebagai rumah besar yang menghadirkan keteduhan, kebijaksanaan, dan teladan bagi umat. Semoga.(*)
Editor: Tommy dan Abdel Rafi



