Thursday, April 25, 2024
HomeGagasanElit vs Pengkhianatan Terhadap Rakyat

Elit vs Pengkhianatan Terhadap Rakyat

images (1)

Dalam sebuah diskusi terbatas, sahabat saya, Benny K. Harman pernah menyatakan bahwa “Sebenarnya Indonesia hanyalah tinggal nama saja. Semua UU yang kita buat mengambil bahannya dari negara-negara lain, hanya tambah Indonesia di belakangnya. Itu sistem hukum, sistem ekonomi, sistem demokrasi, sistem politik, sistem dagang, sistem ketentaraan, semuanya impor. Apa yang kita punya? Hanya nama doang! Negara berdaulat? Apanya yang berdaulat? Tinggal kata-kata tapi kosong isi. Seperti gong gemerincing!”

Lebih lanjut beliau menuliskan, “UUD 1945 hasil perubahan telah jauh melenceng dari prinsip-prinsip dasar kita bernegara. Menjadi Indonesia seperti yang dimaksudkan para pendiri NKRI 1945 dalam UUD 1945 itu jauh berbeda dengan imaji yang dibuat para perancang UUD Reformasi meski tetap memakai nama UUD 1945 untuk meninabobokan para sesepuh dan utamanya TNI yang sumpahnya untuk setia menjaga dan mempertahankan UUD 1945 sampai titik darah penghabisan! Apa kabarTNI?

Kita ingin negara yang kita dirikan ini bukan negara yang mencaplok sistem negara lain tapi sistem kita sendiri yang kita gali dari akar budaya dan kebijaksanaan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia”. Pernyataan ini diamini oleh Bung Bambang Soesatyo yang saat ini menjabat Ketua Komisi III DPR RI.

Seandainya yang mengeluarkan statement ini anak alay di media sosial atau mahasiswa PTN ternama, atau bahkan profesor di UI, saya masih bisa memaklumi. Meskipun kemakluman tersebut bertingkat. Namun, Benny K. Harman adalah prominent person, seorang anggota DPR RI, bahkan pernah menjabat Ketua Komisi III yang membawahi hukum dan perundang-undangan bahkan beliau adalah eks pemikir besar Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dibawah naungan (alm.) Dr. Adnan Buyung Nasution.

Pernyataan Benny K. Harman ini sontak membuat saya termenung dahsyat. Kita bukan lagi dihadapkan pada pikiran hipotetik. Kita bukan lagi debat kusir ala media sosial. Kita bukan lagi buat essay tugas kuliah hukum dan perundang-undangan, tapi kita telah dikonfirmasi oleh pelaku pembuat undang-undang (UU).

Apa makna pernyataan Benny K. Harman tersebut bisa kita telaah dalam dua hal, pertama, Benny telah menunjukkan pada kita bahwa Indonesia ini hanyalah tinggal nama. Kenapa demikian? Karena sesungguhnya arah jalannya bangsa ini ditentukan oleh UU dimana aturan itu hanyalah produk copy paste dari asing untuk melayani sebuah sistem asing yang sudah berlangsung. Jadi, Benny ingin memberitahu bahwa substansi Indonesia sebagai bangsa berdaulat sudah hilang. Ruhnya sudah tiada. Kedua, Benny mengatakan bahwa konstitusi kita pada intinya bukan lagi UUD asli atau UUD 1945. Pemakaian istilah 1945 hanya bersifat manipulatif agar tentara tidak berontak. Intinya, kita berada pada arah yang salah jalan. Keluar dari prinsip ruh Proklamasi.

Benny tentu bukan manusia dewa. Karena apa yang diungkapkan beliau adalah apa yang juga berlangsung dalam 10 tahun rezim SBY dimana Benny menjadi andalannya dalam menyusun UU tersebut. Namun, terus terang pernyataan Benny ini adalah “Jalan Tuhan” untuk mengingatkan kita, bahwa kita sudah dalam bahaya. Sebuah bahaya yang super dahsyat. Mengapa? Pertama, seperti kita ketahui bahwa pertarungan global semakin keras. Kita sedang melihat pertarungan di Timur Tengah, hari ini Rusia sudah membom perbatasan Turki, yang pasti akan memperparah konflik NATO vs Rusia/Iran/China. Di Asia, Korea Utara atas proteksi China, meluncurkan lagi roket jarak jauhnya, yang membuat Jepang dan tentunya Korea Selatan marah. Kemarahan juga buat Amerika dan sekutunya atas China yang mengobok-obok Laut Cina Selatan. Dan terakhir China akan mengekpansi via ekonomi dengan mempropagandakan jalur SUTRA (belt on road) bagi masyarakat Asia.

Dalam ketegangan regional dan global, 250 juta jiwa rakyat Indonesia membutuhkan jalan hidup bagi eksistensinya. Hal ini rumit karena dunia sudah saling berketergantungan. Namun, menyerahkan jalan pada bangsa lain yang bukan keluar dari cita-cita dan kepribadian kita, sungguh sesuatu bencana. Apakah hubungan UU dengan jalan itu? Tentu saja UU adalah kompas buat jalan. Suatu pedoman agar kita tidak tersesat. Sayangnya, menurut Bung Benny kita sudah menyerahkan kompas kehidupan kita pada asing. Kita sudah menyerah?

Kesedihan kita atas situasi yang disampaikan Bung Benny ini membuat kita menangis. Sebab, sebuah bangsa kecil seperti Belanda dan Singapura saja tidak mau menyerahkan kompas kehidupannya pada bangsa lain. Singapura bahkan mengatur vested interest-nya pada ASEAN Community, sehingga di ASEAN mereka akan leading. Lalu kenapa bangsa dengan hampir seluas 2 juta km2 ini kandas?

Pernyataan Bung Benny yang diamini Bung Bambang Soesatyo tentang Indonesia hanya tinggal nama ini tentu melukai rakyat. Pembuatan UU adalah tugas Dewan bukan? Tentu bersama Pemerintah. Lalu, mengapa dewan ini tidak memproduksi UU yang lahir dari kepentingan rakyat? Menjaga bangsanya? Mengapa? Apakah ini bukan pengkhianatan Dewan dan Pemerintah terhadap rakyat?

Seandainya ini memang begini dan akan terus begini, untuk apa kita masih berbangsa yang satu?

Dr. SYAHGANDA NAINGGOLAN

Direktur Eksekutif SabangMerauke Center

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular