Wednesday, April 24, 2024
HomeUncategorizedEfektifitas Pengendalian Pangan Nasional

Efektifitas Pengendalian Pangan Nasional

IMG-20160811-WA0014

Sebagaimana telah pernah dan banyak diberitakan oleh media serta kami pernah menyaksikan bahwa ada berbagai barang sitaan seperti bawang merah impor ilegal, dan barang-barang pangan dan non-pangan lain yang halal dan manfaat. Biasanya hasil sitaan dibakar oleh aparat sebagai bentuk tindakan tegas atas pelanggaran hukum. Namun sebenarnya untuk produk-produk pangan ini bukanlah tindakan yang benar, justru hal ini adalah sesuatu yang mubazir jika hasil tanaman pangan yang masih punya manfaat dibakar. Ada baiknya produk pangan itu tidak dibakar. Apalagi mengingat harga sembako khususnya bawang merah yang sangat mahal di pasaran. Seharusnya Bulog dapat mengantisipasi tindakan hukum sebagai otoritas yang diberi kewenangan logistik dalam mengelola pasar pangan dan ketersediaan pangan masyarakat agar harganya terjangkau.

Dengan mengembalikan tugas dan fungsi Bulog seperti dulu di era Orde Baru, maka Bulog tidak ditempatkan sebagai entitas bisnis, tetapi instrumen stabilisator dan dinamisator bahan pangan. Sedangkan entitas bisnis yang harus didorong melalui kebijakan afirmasi dengan prioritas alokasi dana anggaran negara bagi pengembangan koperasi sektoral terutama di daerah-daerah. Tujuannya agar ekonomi masyarakat bangkit dan maju. Pemerintah mestinya dapat memperkirakan perasaan keadilan masyarakat. Sebagai contoh, bagaimana mungkin konglomerat bermasalah memperoleh BLBI ratusan triliun lebih dengan perilaku buruk selama krisis ekonomi, sedangkan pengusaha Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan koperasi tidak memiliki akses yang mudah dalam memperoleh permodalan dan cenderung dipersulit. Padahal pengusaha kecil ini tidak pernah melarikan dana dari tanah air.

Kebijakan memudahkan para pengusaha UKM dan koperasi ini menjadi lebih mendesak (urgent) diperhatikan oleh Pemerintah untuk dapat meningkatkan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB), dan secara bertahap akan mampu menyehatkan ekonomi makro dalam menopang anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Terkait dengan kelangkaan pangan dan permainan distributor, maka penulis menilai adanya data yang tidak sinkron antar kementerian dan lembaga pemerintah. Oleh sebab itu, untuk mengatasi permasalaha data, pengelolaan dan pengendalian bahan pangan yang menguasai hajat hidup orang banyak diperlukan kebijakan pangan yang sinergis. Sebab, setelah reformasi yang telah berlangsung 18 tahun ini kelangkaan pangan dan kenaikan harga-harga pangan semakin tidak terkendali.

Selain itu, Presiden perlu juga mempertimbangkan membentuk sebuah lembaga sesuai perintah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang memiliki otoritas dalam bidang ini agar mampu bekerja efektif dan efisisen serta terkonsolidasi seperti dulu dilakukan oleh Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan (Sesdalopbang) di era pemerintahan Presiden Soeharto. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tersebut sudah melewati batas tenggat waktu (selambat-lambatnya bulan November 2015) yang diperintahkan pada pemerintah untuk membentuk kelembagaan pangan yang diharapkan mampu menjaga kedaulatan pangan bangsa dan negara.

Lebih dari itu adalah permasalahan yang selalu terjadi atas ekspor dan impor bahan pangan dapat segera diatasi melalui kewenangan yang dimiliki oleh lembaga yang dapat menjadi pendamping penuh Presiden dalam mengambil kebijakan strategis dan berkelanjutan untuk pengendalian pangan nasional melalui data dan pemetaan informasi yang lebih tertata, valid dan terkini (up to date). Langkah taktis dan strategis inilah yang harus segera diambil oleh pemerintah untuk menyelamatkan krisis pangan pada jangka pendek dan secara bertahap dalam jangka panjang menjadi pemasok pangan asia dan bahkan dunia.

DEFIYAN CORI

Ekonom dan Ketua Forum Ekonomi Konstitusi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular