
JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Aksi korporasi Grup Djarum yang membeli saham Rumah Sakit Hermina senilai Rp 1 triliun menuai sorotan tajam dari kalangan aktivis kesehatan. Langkah tersebut dinilai tidak etis karena bertolak belakang dengan bisnis utama Djarum sebagai produsen rokok.
Sekretaris Jenderal Komnas Pengendalian Tembakau, Tulus Abadi, menyebut langkah ini sebagai bentuk ironi besar dalam dunia kesehatan. Menurutnya, Djarum sebagai industri yang menghasilkan produk adiktif seharusnya tidak masuk ke sektor pelayanan kesehatan.
“Ini sangat tidak etis. Di satu sisi Djarum menjual produk yang merusak kesehatan, di sisi lain justru masuk sebagai investor di rumah sakit. Ini kontradiksi moral yang serius,” kata Tulus dalam keterangan tertulis, Kamis (26/6/2025) malam.
Tulus bahkan menyebut aksi tersebut sebagai bentuk “cuci dosa” atau green washing, yakni upaya membangun citra baik dengan berinvestasi di sektor yang seolah-olah bertolak belakang dari inti bisnisnya.
Ia juga menyayangkan keputusan manajemen RS Hermina yang menerima investasi dari industri tembakau. Menurutnya, sektor kesehatan semestinya menjaga jarak dari industri yang produk-produknya menjadi penyebab utama berbagai penyakit.
“Industri adiktif tidak pantas mengambil posisi dalam lini bisnis kesehatan. Ini melemahkan kredibilitas pesan-pesan kesehatan publik,” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak RS Hermina maupun Grup Djarum belum memberikan tanggapan resmi atas kritik tersebut.(*)
Editor: Tommy dan Abdel Rafi



