JAKARTA – Ketua Umum APT2PHI (Asosiasi Pedagang Tani Tanaman Pangan dan Hortikultura Indonesia) Rahman Sabon Nama menyatakan bahwa masalah pangan dinilai sangat vital karena menjadi faktor stabilisator politik dan sosial di tingkat nasional sehingga urusan terkait pangan mestilah dikelola oleh lembaga setingkat kementerian. Hal itu disampaikannya dalam rangka menanggapi gagasan pembentukan holding BUMN Pangan serta rencana Menteri Penertiban Aparatur Negara dan Reformasi Birokraksi (MenPAN dan RB) Asman Abrur tentang pembentukan Badan Pangan Nasional.
“Isu pangan penting untuk memulihkan kepercayaan rakyat. Semangat pendirian Kementerian Pangan ini saya kira adalah untuk perlindungan pada petani produsen. Kalau holding BUMN atau Badan Pangan Nasional dikhawatirkan akan lebih memburu rente,” ujar Rahman Sabon Nama kepada redaksi cakrawarta.com, Minggu (18/9/2016).
Situasi perekonomian nasional yang melemah saat ini, lanjut Rahman Sabon dengan ide pembentukan holding BUMN Pangan maupun Badan Pangan Nasional (BPN) tidak akan menyelesaikan persolan carut-marut masalah penanganan pangan. Apalagi menurutnya tidak mudah mengubah stigma dari publik terkait adanya keberpihakan Pemerintah saat ini pada kesejahteraan rakyat.
Bagi pria kelahiran NTT ini, sulitnya pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga pangan disebabkan tidak hanya faktor distribusi pangan yang bersumber dari kekacauan dan semrawutnya data pangan melainkan juga sangat dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan tertentu, sehingga sangat merugikan masyarakat dan juga Pemerintah.
“Untuk itu harus diwaspadai oleh Pemerintahan Jokowi-JK bila harga dan ketahanan pangan tidak bisa dikendalikan maka saya khawatir stabilitas politik jadi taruhannya. Pun juga pertumbuhan ekonomi bisa terancam,” cemasnya.
Terkait hal itu, maka menurut hemat Rahman Sabon, Presiden Joko Widodo harus segera memfungsikan Kementerian Pangan dan Bulog/Kepala Badan Pengendali Pangan Nasional (BP2N). Kementerian dan lembaga ini menurut Rahamn Sabon perannya akan lebih kuat untuk melakukan koordinasi dengan mengintegrasikan berbagai lintas kelembagaan/kementerian seperti BPS, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Bulog dan lainnya untuk mewujudkan ketahanan swasembada pangan secara sinergis sesuai tupoksi masing-masing lembaga. “Mengingat kultural birokrasi Indonesia yang cenderung egosektoral, maka dipandang penting jabatan Menteri yang menangani pangan secara tersendiri dan sekaligus sebagai lembaga otoritas pangan yang tidak semata mata menonjolkan pencarian keuntungan,” ucapnya.
Untuk diketahui, menurut Rahman Sabon usulan solutif berupa lembaga Kementerian Pangan dan Bulog sekaligus merangkap Badan Pengendali Pangan Nasional (Kepala BP2N) sudah lama digagas sehingga dapat menjadi jawaban atas tuntutan perlunya lembaga pangan sesuai amanah UU Pangan Nomor 18 tahun 2012.
“Lembaga ini seharusnya sudah dibentuk pada akhir Nopember 2015 sesuai amanat UU Pangan. Mendesak dibentuk karena saya melihat kurang optimalnya pelaksanaan Perpres Nomor 48 tahun 2016 tentang penugasan pada Bulog terkait Ketahanan pangan nasional. Ia bisa lebih cepat dan efektif dengan menggabungkan dan terbentuk lembaga seperti Kementerian Pangan dan Bulog/Badan Pengendali Pangan Nasional (BP2N),” pungkas Rahman.
(bm/bti)