
SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Suasana pagi di RT 9, RW 6 Kelurahan Mojo, Surabaya, terasa berbeda sejak awal pekan lalu. Daun-daun disapu bersih, taman kecil di tiap rumah tampak tertata rapi, dan bau harum tanah basah bercampur aroma daun mint menyambut siapa pun yang lewat. Semua warga bersiap. Jumat (31/10/2025) kemarin, lingkungan ini menjadi salah satu lokasi penilaian awal Kompetisi Kampung Berdampak dan Berkelanjutan (Sustainability) 2025, ajang yang digelar atas kerja sama Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH), DLH Jawa Timur, Universitas Airlangga, dan LSM W-Queen.
Namun di balik kerapian itu, tersimpan semangat panjang yang sudah tumbuh sejak lama yakni semangat kemandirian dan keberlanjutan.
Urban Farming: Dari Teras Rumah Warga Jadi Ketahanan Pangan
Salah satu sosok yang menjadi sorotan adalah Ibu dan Bapak Siswantoro, warga RT 9 yang sudah bertahun-tahun mengembangkan praktik urban farming di rumahnya. Di lahan sempit depan dan atas rumahnya di lantai 2, mereka menanam sayuran seperti bayam, kangkung, luntas, singkong, bawang merah hingga pepaya. Tapi yang paling menarik perhatian tim juri adalah pupuk kompos yang ia hasilkan sendiri dari limbah kulit pisang yang dikumpulkan dari para pedagang di Pasar Karang Menjangan, tak jauh dari rumahnya.

“Saya ingin keluarga saya makan sayur dari hasil kebun sendiri, yang sehat dan hemat,” ujar Bu Siswantoro sambil tersenyum sambil menunjukkan ember komposter buatannya. “Kulit pisang itu berkat, bukan sampah.”
“Puji Tuhan, di rumah kami ini ada berbagai tanaman empon-empon dan sayuran. Ada rosela, cabai, tomat, bawang merah, serai, kenikir, jeruk, sawo, okra, terung, hingga kacang panjang. Memang sedikit-sedikit, tapi lengkap,” imbuh Pak Siswantoro sambil tersenyum bangga di kebun kecilnya itu.
Praktik yang dilakukan keluarga bapak dan ibu Siswantoro ini bukan sekadar hobi, tapi bagian dari visi besar tentang ketahanan pangan keluarga, sejalan dengan arah kebijakan nasional yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto tentang penguatan ketahanan pangan berbasis masyarakat.

“Bapak dan Ibu Siswantoro ini luar biasa. Kreativitas seperti ini perlu kita angkat. Saya sudah minta RT 9 untuk ikut serta dalam kompetisi Sustainability 2025. Mereka punya potensi besar,” tutur Lurah Mojo, Widayati, yang sejak awal mendampingi langsung berbagai inisiatif warganya.
Kompak, Dari Parkir Tertib hingga Pemilahan Sampah
Di bawah arahan Ketua RT 9 Moh. Imron dan Ketua RW 6 Wido Hari, warga Mojo menunjukkan bahwa keberlanjutan tak hanya tentang tanaman, tapi juga tentang disiplin hidup sehari-hari.
Aturan lingkungan diterapkan secara komunal dan disepakati bersama mulai dari kendaraan harus diparkir di garasi, bukan di bahu jalan; setiap rumah wajib memilah sampah, terutama plastik, dengan wadah khusus yang disediakan RT; dan warga bergotong royong membersihkan area kampung secara bersama minimal dua kali dalam setahun dan rutin tiap pekan di rumah masing-masing.

Kedisiplinan ini membuahkan hasil nyata. Lingkungan menjadi rapi, udara terasa lebih sejuk, dan solidaritas antar warga makin kuat.
“Ini bukan sekadar lomba, tapi latihan karakter warga agar mandiri dan peduli,” ujar Ketua RT 9 saat mendampingi tim juri.

Suara Lansia: Semangat Tak Pernah Pensiun
Salah satu warga lansia, Ibu Tuti S., turut memberikan kesan mendalam usai kegiatan penjurian.
“Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Terima kasih atas kekompakan dan support dari Pak RT dan pengurus RT 09 sehingga kegiatan penjurian lomba kemarin (Jumat 31/10/2025, red.) terlaksana dengan baik,” ujarnya.
“Tidak lupa terima kasih untuk keluarga Pak Siswantoro yang membuat tim juri terkesan dengan urban farming-nya. Tapi ada catatan bahwa pengolahan sampah organik belum terlihat, padahal sebenarnya sudah ada, hanya belum banyak yang melakukan. Jumlah nasabah bank sampah juga baru 25 persen dari total KK, semoga bisa ditingkatkan. Yuk bisa yuk! Kita perbaiki bukan hanya untuk menang lomba, tapi untuk Lingkungan Asri, Bumiku Lestari. Bravo Lansia Hebat RT 09!”

Komentar sederhana tapi jujur itu menjadi pengingat bahwa gerakan lingkungan bukan sekadar simbol atau kompetisi, melainkan proses panjang untuk membangun kesadaran bersama.
Menuju Kampung Mandiri yang Berkelanjutan
Program Sustainability 2025 ini memang dirancang untuk melahirkan kampung-kampung inspiratif di Surabaya yang mandiri, sehat, dan berdaya secara sosial maupun ekonomi.
Apa yang dilakukan warga RT 9 Mojo menunjukkan bahwa gagasan besar itu bisa dimulai dari hal sederhana yakni dari dapur rumah, dari kulit pisang, dari kebiasaan menanam, dan dari rasa tanggung jawab terhadap lingkungan sekitar.

Kini, Mojo bukan hanya sekadar kampung di tengah kota, tetapi simbol perubahan sosial yang hidup dari bawah.
Kampung yang hijau, bersih, dan mandiri yang lahir dari tangan-tangan warga yang percaya bahwa bumi yang lestari dimulai dari halaman rumah sendiri.(*)
Kontributor: Tommy
Editor: Abdel Rafi



