Thursday, October 30, 2025
spot_img
HomeInternasionalDari Negeri Cheng Ho, PWNU Jatim Pulang dengan Optimisme Baru untuk Indonesia

Dari Negeri Cheng Ho, PWNU Jatim Pulang dengan Optimisme Baru untuk Indonesia

Delegasi PWNU Jatim berfoto di salah satu titik upaya menapaki jejak Laksamana Cheng Ho di Tiongkok, Kamis (30/10/2025). (foto: PWNU Jatim for Cakrawarta)

SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Lawatan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur ke Tiongkok membawa kesan mendalam. Dari Negeri Cheng Ho, para kiai dan akademisi NU itu pulang bukan hanya dengan kenangan sejarah, tetapi juga dengan optimisme baru tentang masa depan Indonesia yakni negeri yang moderat, toleran, dan cinta lingkungan.

Bagi umat Islam Indonesia, nama Laksamana Cheng Ho atau Zheng He bukanlah asing. Sosok pelaut legendaris dari Dinasti Ming itu dikenal sebagai pembawa misi damai dan persahabatan lintas samudra, termasuk ke tanah Nusantara.

Perjalanan besar Cheng Ho itu dimulai dari Kota Nanjing, ibu kota Dinasti Ming kala itu — tempat di mana kini berdiri Masjid Jinggue, masjid tertua di kota tersebut dan salah satu simbol kehadiran Islam di Tiongkok.

Dalam kunjungan ke Masjid Jinggue, delegasi PWNU Jatim disambut hangat oleh Dai, Ketua Asosiasi Islam Nanjing, bersama Abdurrahman, Imam Masjid Jinggue, dan para pengurus setempat. Mereka berdialog akrab membahas kehidupan beragama dan posisi Islam di Tiongkok masa kini.

“Negara kami mengakui dan menjamin hak-hak semua umat beragama, termasuk Islam, bahkan bagi yang atheis sekalipun. Semua mendapat perlakuan yang sama,” ujar Abdurrahman sebagaimana dikutip Prof. Dr. H. Suparto Wijoyo, Kamis (30/10/2025).

Delegasi PWNU Jatim terdiri atas KH A. Matin Djawahir (Wakil Rais Syuriah), KH. Kikin Abdul Hakim (Ketua Tanfidziyah), Prof. Dr. Suparto Wijoyo (Wakil Ketua, Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya), dan Prof. Maskuri Bakri (Wakil Ketua, Unisma Malang).

Menanggapi hal itu, KH. Kikin Abdul Hakim menyampaikan bahwa seluruh umat manusia sejatinya bersaudara, terlebih sesama Muslim. “Kita harus selalu bersikap baik dan bertutur santun terhadap siapa pun, di mana pun,” ujarnya.

Senada, Prof. Suparto menegaskan bahwa semangat keberagaman di Tiongkok sejalan dengan nilai-nilai kebangsaan Indonesia. “Baik Indonesia maupun Tiongkok sama-sama menjunjung tinggi harmoni dan persatuan dalam perbedaan. Unity in diversity bukan hanya semboyan, tapi napas peradaban,” katanya.

Belajar dari Sungai dan Pohon Tua

Selain menapaktilasi jejak sejarah Cheng Ho, rombongan PWNU Jatim juga melakukan kunjungan ke Kota Lanzhou dan Kota Nanjing untuk mempelajari tata kelola lingkungan hidup di Tiongkok. Di sana, mereka menyaksikan dua sungai legendaris—Sungai Kuning (Huang He) dan Sungai Yangtze (Chang Jiang), yang menjadi simbol peradaban Tiongkok kuno.

Ungkapan tua Air Sungai Kuning yang jernih melahirkan orang suci terasa hidup di hadapan mata para delegasi. Mereka melihat bagaimana pemerintah Tiongkok menjaga kejernihan sungai dengan sistem pengelolaan lingkungan yang ketat dan terintegrasi.

“Yang membuat kami kagum, bukan hanya sungainya yang bersih. Bahkan pohon-pohon tua pun memiliki sertifikat khusus dan dirawat secara sistematis. Siapa pun yang merusaknya akan dikenai sanksi hukum,” ungkap Prof. Suparto.

Menurut KH Kikin Abdul Hakim, perhatian Tiongkok terhadap alam adalah teladan penting bagi umat manusia. “Pemuliaan lingkungan hidup adalah kewajiban universal. Dalam Islam, manusia adalah khalifatullah fil ardh, pemimpin yang bertugas menjaga bumi, bukan merusaknya,” ujarnya.

PWNU Jatim berharap pengalaman ini dapat menumbuhkan kesadaran baru bagi masyarakat Indonesia bahwa menjaga alam adalah bagian dari ibadah sosial dan warisan untuk generasi mendatang. “Gotong royong menjaga lingkungan adalah bagian dari kemuliaan hidup,” tambah Kiai Kikin.

Moderasi Islam dan Optimisme untuk Indonesia

Sejak muhibah dimulai pada 27 Oktober 2025, delegasi PWNU Jatim juga berdialog dengan Pengurus Islamic Association of Gansu Province, Hajjah Ma Aisyah, Imam Besar Masjid Xi Guan H. Umar Mukhtar, serta perwakilan dari Kementerian Kerukunan Beragama Tiongkok.

Dari berbagai pertemuan itu, PWNU Jatim menemukan banyak kesamaan antara Islam di Tiongkok dan Islam di Indonesia, keduanya tumbuh dalam wajah moderat, penuh toleransi, dan cinta damai. Nilai-nilai itu menjadi modal kuat untuk membangun masa depan bangsa yang beradab dan harmonis.

“Dari Negeri Cheng Ho, kami belajar bahwa peradaban besar tumbuh dari harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan,” pungkas Prof. Suparto Wijoyo.

PWNU Jatim meyakini, dengan semangat moderasi dan toleransi, Indonesia akan terus melangkah menjadi negara unggul di Asia, membawa cahaya peradaban dari Timur untuk dunia.(*)

Kontributor: Cak Edy

Editor: Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular