JAKARTA – Pemerintah Indonesia, melalui 3 bank BUMN yakni Bank Mandiri, BRI dan BNI melakukan pinjaman hutang ke Bank Pembangunan Cina pada Rabu (16/9). Penandatanganan pinjaman hutang itu dilakukan di Beijing dan disaksikan Menteri BUMN, Rini M Soemarno. Atas kebijakan tersebut, Rini didesak memberikan penjelasan yang transparan kepada publik.
Tetapi hingga hari ini, Menteri BUMN Rini Soemarno bergeming untuk tidak memberikan keterangan secara transparan kepada publik terkait syarat yang dimintakan Cina atas utang baru ke 3 Bank BUMN yang sudah di tanda tangan. Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahaean, menilai tindakan Rini telah melanggar UU.
“Rini Soemarno jangan seenaknya melakukan kebijakan luar negeri dan mengabaikan ketentuan dalam hal pinjaman luar negeri. Menteri BUMN dalam hal ini telah melanggar UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan Pasal 7 ayat 1 yang menetapkan Hierarki Perundangan undangan kita pada urutan ke dua adalah TAP MPR setelah UUD, selanjutnya dalam penjelasan pasal 7 ayat 1 b berbunyi bahwa TAP MPR yang masih berlaku adalah seduai dengan TAP MPR No. I/2003 yang didalam TAP tersebut pasal 2 mencantumkan TAP MPR No. XVI/MPR/2003 tentang Politik Ekonomi yang mempersyaratkan bahwa pinjaman luar negeri harus melalui persetujuan DPR. Nah faktanya sekarang, jangankan menjelaskan secara transparan tentang utang tersebut malah Rini menabrak UU,” beber Ferdinand Hutahaean kepada tim Cakrawarta, Jumat (25/9).
Ferdinand menambahkan, kebijakan dan tindakan Rini tersebut dinilai membahayakan posisi Jokowi sebagai presiden.
“Andai DPR masih punya jiwa, maka presiden bisa diberhentikan karena pemerintah melanggar UU. Presiden harus segera menegor dan mengevaluasi Mentri BUMN, ini pelanggaran serius terhadap UU, Jokowi tidak boleh membiarkan Rini bertindak semaunya dinegara ini,” tegasnya.
Menurut Ferdinand, langkah Rini tersebut sangat kontroversial, ditambah lagi terhadap kebijakan kereta api cepat Jakarta-Bandung dimana Rini lebih memilih Cina daripada Jepang, padahal bunga investasi Cina pada proyek tersebut sebesar 2% sementara Jepang menawarkan bunga 0,1%. Ini tidak wajar dan aneh, bunga 2% itu sangat tinggi dan akan memberatkan negara, belum lagi masalah teknologi, tentu Cina tidak lebih baik dari Jepang,” sambungnya.
Menurut pria berkumis itu, sikap Rini yang sedemikian kontroversial dan jelas telah melanggar UU tetapi DPR sebagai wakil rakyat terkesan diam justru makin aneh.
“Melihat hal-hal tersebut (langkah Menteri BUMN) diatas kenapa DPR diam? Apakah sudah dapat bagian?” pungkas Ferdinand dengan nada retoris.
(fh/bti)