JAKARTA – Kasus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Archandra Tahar yang baru saja diberhentikan Presiden Joko Widodo semalam mengindikasikan bahwa agen asing sudah masuk di ring satu Presiden. Publik bisa mengetahui siapa saja menteri dan orang dekat istana yang mendorong Presiden untuk melanggar konstitusi dan Undang-Undang (UU). Demikian disampaikan oleh pengamat politik senior Rahman Sabon Nama kepada redaksi, Selasa (16/8/2016).
“Soal Archandra, saya kira Presiden telah mengambil keputusan yang tepat untuk mencopot Archandra dari jabatan Menteri ESDM sebelum pidato kenegaraan dilakukan hari ini. Kalau tidak, bisa saja terjadi insiden politik ketika Presiden menyampaikan pidato kenegaraannya di MPR,” papar Rahman Sabon.
Berkaca pada skandal Menteri ESDM tersebut, Rahman Sabon meminta Presiden agar lebih waspada terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Dwi Kewarganegaraan. “Saya ingatkan agar kasus Arcandra Tahar tidak dijadikan alasan untuk mempercepat pengesahan RUU Dwi Kewarganegaraan (bipatride)” tegasnya.
Sejak awal kemerdekaan, lanjut Rahman Sabon menyatakan Indonesia justru sudah menolak konsep bipatride. Negara yang mendukung konsep ini seperti Cina dan Israel karena penduduknya tersebar di berbagai belahan dunia. Arahnya di negara lain bisa menjadi warga negara tetapi bisa tetap bermanfaat bagi negara induk bilamana dibutuhkan. “Konsep seperti ini tidak cocok untuk diberlakukan di Indonesia,” ujarnya.
Karena itu, Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan diharapkan jernih dalam menyikapi konsep kewarganegaraan ganda ini. Terutama sekali menurut pria kelahiran NTT ini, isu kewarganegaraan ganda ini berhubungan dengan keamanan dan keberlangsungan NKRI.
“Maka dari itu, saya sarankan agar Presiden Joko Widodo dan DPR tidak perlu meneruskan RUU Dwi Kewarganegaraan karena akan membawa keburukan bagi kelangsungan kehidupan NKRI, Pancasila dan UUD 1945,” pungkas Rahman Sabon.
(bm/bti)