Wednesday, May 1, 2024
HomePolitikaBatalnya Konversi Kompor LPG Ke Listrik Dinilai Bukti Ketidakmatangan Public Policy Pemerintah

Batalnya Konversi Kompor LPG Ke Listrik Dinilai Bukti Ketidakmatangan Public Policy Pemerintah

 

 

SURABAYA – Setelah menimbulkan kebingungan sekaligus keresahan di tengah masyarakat, pemerintah resmi membatalkan rencana konversi LPG 3 kg ke kompor listrik. Walau kemudian dibantah oleh Menko Marives Luhut Binsar Panjaitan bukan dibatalkan melainkan ditunda tetapi tentu saja pola kebijakan yang berubah-ubah dalam waktu yang sangat pendek membuat banyak kalangan mempertanyakan bagaimana kebijakan tersebut dibuat.

Menurut pakar kebijakan publik Falih Suaedi pembatalan rencana tersebut sebagai bukti ketidakmatangan  kebijakan publik (public policy) yang dicanangkan pemerintah.

“Ini contoh wajah dari ketidakmatangan dari sebuah public policy yang tidak berdasarkan evidence piece,” tutur Falih pada media ini beberapa waktu lalu.

Falih menjelaskan bahwa sebuah kebijakan publik harus dirumuskan berdasarkan bukti, fakta, dan data-data yang ada di lapangan. Selain itu, kebijakan publik juga harus mengandung solusi dari permasalahan yang sedang dihadapi masyarakat.

“Sebuah kebijakan publik itu kan, lahir dalam rangka untuk menyelesaikan masalah publik. Tentu dia hadir sebagai sebuah solusi, tidak malah menimbulkan sub masalah yang lebih besar,” tegasnya.

Rencana konversi LPG 3 kg ke kompor listrik juga disebut Falih sangat tidak realistis. Kompor listrik sendiri membutuhkan aliran listrik yang cukup tinggi sehingga akan menyulitkan masyarakat menengah ke bawah dan pelaku UMKM dengan sumber listrik yang terbatas.

“Untuk public policy itu kan menyangkut masyarakat kecil, itu harus dikaji dengan pendekatan yang lebih multidislipliner. Tidak hanya faktor ekonomi dan faktor teknis. Tidak hanya mengejar efisiensi, tapi juga sosial,” terangnya.

Perumusan kebijakan publik, lanjut Falih, harus mengedepankan data dan tidak hanya berdasarkan asumsi semata. Data-data itu selanjutnya harus dikaji dan harus memenuhi validitas dan reliabilitas.

“Setelah itu dikumpulkan, pemerintah harus menghitungnya lagi dengan aspek hukum, efisiensi, efektivitas, teknis, sosial, dan etika. Harus dikaji lagi,” ujarnya.

Yang tidak kalah penting dari sebuah kebijakan publik adalah momentum perencanaan kebijakan. Berkaca dari rencana konversi LPJ 3 kg ke kompor listrik ini, Falih menilai momentum perencanaan kebijakan tidak pas mengingat pemerintah baru saja menaikkan harga BBM bersubsidi.

“Tentu sangat tidak tepat dari sisi momentum. Misal saya asumsikan hitungannya benar, tetap saja momentumnya masih tidak pas. Jadi tidak mudah itu menelurkan sebuah kebijakan baru,” tandas dosen administrasi publik Universitas Airlangga itu.

(bus/pkip/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular