
JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Ketua Umum Asosiasi Pedagang dan Tani Pangan serta Hortikultura Indonesia (APT2PHI), Rahman Sabon Nama, melontarkan kritik keras terhadap tata kelola pangan nasional. Ia menilai kebijakan pemerintah, khususnya Bulog dan kementerian terkait, justru membuat ribuan petani tebu menderita karena gula hasil produksi tidak terserap pasar.
Menurut Rahman, keresahan ini dirasakan oleh sekitar 5.000 kepala keluarga petani tebu di bawah naungan PTPN XI Jawa Timur. Produksi gula dari 16 pabrik gula yang tersebar di Magetan, Ngawi, Madiun, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Jember, Bondowoso, hingga Situbondo, menumpuk tanpa pembeli.
“Jika kondisi ini tidak segera ditangani pemerintah, bisa menimbulkan masalah serius, bahkan berisiko busung lapar di kalangan petani tebu,” kata Rahman dalam keterangannya, Selasa (19/8/2025).
APT2PHI menduga ada praktik impor gula yang melebihi kuota. Padahal, sesuai Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 2004, gula termasuk komoditas strategis yang harus diawasi demi mendorong swasembada dan meningkatkan kesejahteraan petani.
“Ini sangat aneh. Kebutuhan gula nasional sekitar 5 juta ton per tahun, sementara produksi dalam negeri justru numpuk dan tidak terserap, sedangkan kita masih impor 2-3 juta ton per tahun,” ujarnya.
Rahman meminta Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Menteri BUMN agar tidak lagi mengintervensi penjualan gula dan tetes di PTPN XI. Ia menilai, kebijakan penjualan paksa melalui direksi PTPN membuat petani kehilangan kesempatan mendapatkan harga yang lebih baik.
“Sebanyak 66 persen gula yang dihasilkan adalah milik petani, sementara 34 persen milik pabrik. Namun semuanya dipaksa dijual ke Bulog, sehingga pedagang besar bisa mendikte harga di pasar,” tegasnya.
Lebih jauh, Rahman menilai ada kegagalan dalam kebijakan tata niaga pangan. Karena itu, ia mendorong Presiden Prabowo untuk membubarkan jabatan Menko Pangan dan Badan Pangan Nasional (Bapanas), dan menggantinya dengan pembentukan Kementerian Pangan.
Dalam usulannya, Kementerian Pangan sekaligus merangkap Bulog, sehingga menteri pangan bertanggung jawab langsung kepada presiden. Tugas utamanya ialah memastikan ketersediaan pangan, menjaga stabilitas harga, dan mempercepat terwujudnya ketahanan pangan nasional.
“Konstitusi dan regulasi sudah jelas, mulai dari UUD 1945, UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, hingga Perpres Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan. Pemerintah wajib menjamin produksi, distribusi, dan cadangan pangan nasional. Karena itu, sudah saatnya dibentuk kementerian khusus pangan,” tegas Rahman, alumnus Lemhannas RI tersebut. (*)
Editor: Abdel Rafi



