Friday, October 31, 2025
spot_img
HomeSosokAlumni UNAIR Ini Buktikan Diplomasi Bisa Lewat Rempah dan Rasa Nusantara

Alumni UNAIR Ini Buktikan Diplomasi Bisa Lewat Rempah dan Rasa Nusantara

Momen ketika Wahyu Yulianto menerima cinderamata dari Bupati Kutai Kartanegara Edi Darmansyah pada 2019 lalu. (foto: istimewa)

SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Diplomasi tidak selalu harus lewat meja perundingan. Bagi Wahono Yulianto, alumnus Universitas Airlangga (UNAIR), diplomasi juga bisa hadir dari kehangatan rempah dan rasa masakan Nusantara.

Kini menjabat sebagai Koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Yangon, Myanmar, Wahono telah mengabdikan diri di Kementerian Luar Negeri (Kemlu) selama lebih dari dua dekade. Sejak tahun 2000, ia meniti karier diplomasi yang membawanya berpindah dari satu negara ke negara lain. Sebuah perjalanan panjang yang penuh adaptasi dan pembelajaran.

“Tantangan besar selama berkarier di Kemlu adalah adaptasi dengan budaya, bahasa, dan lingkungan baru. Tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi keluarga. Setiap penugasan membawa lingkungan kerja dan kolega yang berbeda, sehingga kemampuan beradaptasi menjadi kunci,” ujarnya, Kamis (30/10/2025).

Wahono menilai, fondasi keilmuan yang ia peroleh dari bangku kuliah di UNAIR menjadi modal berharga dalam menjalankan tugas diplomasi. Berbekal ilmu ekonomi yang kuat, ia mampu menganalisis isu-isu strategis yang kerap muncul dalam relasi antarnegara.

“Ilmu ekonomi memberi saya kemampuan berpikir sistematis dalam menganalisis data dan memahami isu makro maupun mikroekonomi. Itu sangat membantu saat menangani tugas yang berkaitan dengan ekonomi dalam konteks diplomasi,” jelasnya.

Bekal itu pula yang mengantarnya melanjutkan studi ke Universitas Melbourne, Australia, memperluas wawasan dan jejaring internasional yang kelak memperkaya perannya di Kemlu.

Salah satu jejak paling berkesan dalam karier Wahono adalah ketika ia menginisiasi pendirian Restoran Danau Toba di Dar es Salaam, Tanzania. Di negara Afrika Timur itu, Wahono memperkenalkan kuliner Nusantara sebagai jembatan diplomasi antarbudaya.

“Restoran Danau Toba menjadi sarana promosi masakan Indonesia. Bahkan saat kunjungan Presiden RI ke Tanzania pada Agustus 2023, kebutuhan konsumsi disiapkan oleh restoran ini. Itu kebanggaan tersendiri karena masakan Indonesia turut memperlancar agenda kenegaraan,” tuturnya.

Baginya, diplomasi bukan hanya urusan politik, tetapi juga soal memperkenalkan identitas bangsa melalui cita rasa. Dari sambal hingga rendang, dari rempah hingga bumbu dapur, semua memiliki nilai strategis dalam membangun soft power Indonesia.

Sensus Gastrodiplomasi: Peta Kuliner Indonesia di Dunia

Inovasi Wahono tidak berhenti di Tanzania. Ia kemudian menggagas program sensus gastrodiplomasi bersama Direktorat Diplomasi Publik Kemlu. Program ini mendata restoran Indonesia di seluruh dunia untuk memetakan potensi promosi ekonomi kreatif dan kuliner Nusantara di kancah global.

“Pendataan ini membantu kita memahami cara pendirian restoran Indonesia di luar negeri, peraturan yang berlaku, serta peluang dan tantangannya. Dari situ, kita juga bisa melihat potensi promosi produk UMKM, pelatihan tenaga kerja, dan penyediaan bumbu olahan dari Indonesia,” jelasnya.

Selain di bidang kuliner, Wahono juga terlibat dalam berbagai program diplomasi strategis seperti penyusunan peta strategi diplomasi Kemlu, program Diplomatic Tour, dan Bali Democracy Forum (BDF), forum internasional yang mempromosikan demokrasi dan kerja sama antarnegara di kawasan Asia-Pasifik.

Bagi Wahono, bekerja di Kemlu bukan hanya tentang karier, melainkan tentang mengabdi dan membawa nama Indonesia di panggung dunia. Ia mendorong mahasiswa agar tidak ragu menjelajahi dunia diplomasi yang penuh tantangan sekaligus peluang.

“Kemlu membuka lebar kesempatan pendidikan lanjutan di luar negeri, sekaligus memberikan pengalaman dalam diplomasi bilateral, regional, dan multilateral,” pesannya.

Ia menutup dengan kalimat reflektif yang mencerminkan semangat pengabdian bahwa, “kadang kita harus keluar dari zona nyaman seperti melindungi WNI, mencari peluang pasar, mempromosikan budaya, hingga memperjuangkan kepentingan Indonesia. Tapi ketika semua itu demi nama baik bangsa, lelah pun terasa menjadi kebanggaan.”

Kisah Wahono Yulianto menjadi bukti nyata bahwa diplomasi bisa hadir dalam bentuk paling sederhana bahwa dari aroma bumbu dapur, dari cita rasa Nusantara yang menyatukan hati dunia.(*)

Kontributor: PKIP Unair

Editor: Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular