Thursday, November 13, 2025
spot_img
HomePolitikaSuksesi Tahta Keraton Surakarta di Ujung Konflik, PDKN Minta TNI-Brimob Ditarik dan...

Suksesi Tahta Keraton Surakarta di Ujung Konflik, PDKN Minta TNI-Brimob Ditarik dan Paugeran Mataram Dihormati

Calon Raja Mataram Keraton Surakarta Hadiningrat Pakubuwono XIV Kanjeng Gusti Raden Mas Suryo Suharto Kanjeng Gusti Pangeran Ngabehi dan Ketum PDKN Rahman Sabon Nama. (foto: Cakrawarta)

SURAKARTA, CAKRAWARTA.com – Bayang-bayang konflik kembali menyelimuti Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat setelah wafatnya Sri Susuhunan Pakubuwono (PB) XIII Hangabehi pada 2 November 2025. Pertanyaan besar kini menggantung di langit Surakarta, siapa yang layak menjadi penerus tahta, dan mampukah keluarga besar keraton menghindari perpecahan yang sama seperti dua dekade silam?

Ketua Umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN) Rahman Sabon Nama menyerukan agar seluruh pihak menjaga marwah dan kedaulatan tradisi Mataram dalam menentukan penerus tahta. Ia mendesak agar pasukan TNI dan Brimob yang masih berada di lingkungan keraton segera ditarik, demi memastikan proses suksesi berjalan damai tanpa intervensi.

“Ini urusan internal keraton, bukan arena politik atau kekuasaan. Keberadaan pasukan di dalam tembok keraton hanya menimbulkan kesan intimidatif dan bisa memengaruhi kandidat tertentu,” kata Rahman dalam pernyataannya, Senin (10/11/2025).

Rahman yang juga menjabat sebagai Ketua The Royal Kingdom Asset of Nusantara menegaskan bahwa suasana batin keluarga besar Keraton Surakarta seharusnya dilingkupi oleh rasa teduh dan keagungan budaya, bukan ketegangan militeristik. Ia bahkan meminta Presiden Prabowo Subianto, selaku Panglima Tertinggi TNI/Polri, memerintahkan langsung penarikan personel Kopassus Grup 2 Kertosuro dan Brimob dari area keraton.

Sejak wafatnya PB XII pada 2004, Keraton Surakarta tak pernah benar-benar sepi dari silang sengketa. Tidak adanya permaisuri resmi dan penetapan putra mahkota membuat perebutan tahta terbuka lebar. Dari rahim enam selir, lahirlah sejumlah pangeran yang sama-sama mengklaim darah biru pewaris tahta.

Dua nama kemudian mencuat yaitu KGPH Hangabehi dan Kolonel (Purn) KGPH Tedjowulan. Keduanya sama-sama menobatkan diri sebagai Pakubuwono XIII dimana Hangabehi lebih dahulu pada 31 Agustus 2004, disusul Tedjowulan pada 9 November di tahun yang sama.

Konflik berkepanjangan selama delapan tahun itu baru mereda setelah Pemerintah atas perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kala itu memfasilitasi rekonsiliasi damai pada 2012. Namun, bayang-bayang perpecahan kini kembali muncul pasca wafatnya Hangabehi.

Dari berbagai kabar yang beredar di lingkungan internal keraton, muncul dua nama calon penerus tahta yaitu KGPH Purbaya dan KGPH Suryo Suharto. Namun, arah suksesi diperkirakan akan sangat ditentukan oleh dua tokoh utama keluarga inti yakni Kanjeng Gusti Kolonel (Purn) Tedjowulan dan Gusti Kanjeng Ratu Moeng (Kanjeng Ratu Wandan), adik almarhum PB XIII.

“Di tangan dua beliau itulah kelancaran, keselamatan, dan kehormatan proses suksesi diletakkan. Semoga mereka mampu menjaga paugeran dan keteduhan budaya Mataram,” ujar Rahman.

Rahman juga mengaku mempercayai sepenuhnya kebijaksanaan dua tokoh tersebut dalam menegakkan tata nilai luhur yaitu unggah-ungguh dan andhap asor yang diwariskan dari Mataram Islam di masa Sultan Agung.

Menurutnya, kriteria utama penerus tahta bukan hanya darah biru, tetapi juga keluhuran budi dan kemampuan menjaga harmoni antara keraton, rakyat, dan negara.

Rahman menegaskan dirinya tidak dalam posisi menentukan siapa yang berhak menyandang gelar Sri Susuhunan PB XIV, tetapi memberi pandangan analisis dan kontemplatif kepada keluarga inti.

“Kalau ditilik dari paugeran Mataram, pewaris yang memenuhi syarat adalah GKPH Suryo Suharto, putra tertua almarhum PB XIII dari permaisuri kedua, GKR Winarni. Tapi keputusan sepenuhnya ada di tangan keluarga inti,” ujarnya.

Rahman menutup pesannya dengan menyerukan agar semua pihak, termasuk unsur pemerintah, menghormati paugeran dan menjauh dari praktik intervensi.

“Keraton Surakarta bukan sekadar simbol budaya, tetapi juga sumber nilai moral bangsa. Jangan biarkan konflik kembali mencoreng warisan agung Mataram,” tutupnya.

Untuk diketahui, Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat merupakan salah satu peninggalan utama Kerajaan Mataram Islam yang berdiri sejak abad ke-18. Di balik tembok tebal dan ritual sakralnya, keraton ini menyimpan sejarah panjang perpecahan dan rekonsiliasi yang mencerminkan dinamika politik dan kebudayaan Jawa hingga hari ini.(*)

Editor: Abdel Rafi 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular