Friday, November 21, 2025
spot_img
HomeEkonomikaDari Teluk Kangean, Gus Lilur Menyemai Harapan Lewat Pemijahan Lobster

Dari Teluk Kangean, Gus Lilur Menyemai Harapan Lewat Pemijahan Lobster

Pengusaha muda, HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy. (foto: dokumen pribadi)

BELITUNG, CAKRAWARTA.com – Saat matahari terbenam di ufuk barat Belitung, HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy—atau yang lebih akrab disapa Gus Lilur—menyelesaikan satu lagi etape dari perjalanannya membangun ekosistem laut Indonesia. Namun kali ini, langkahnya terasa lebih besar, lebih ambisius, dan lebih menukik ke jantung persoalan: pemijahan lobster.

“Laut kita sudah terlalu lama memberi, tanpa kita jaga dengan sungguh-sungguh. Sekarang saatnya membalasnya,” ujarnya pelan, tapi mantap.

Sebagai pendiri dan pemilik PEBITALEKARA, Gus Lilur tak hanya berbicara soal keberlanjutan, tapi melangkah nyata. Fokus utamanya kini adalah memperbanyak keramba pemijahan lobster, struktur apung yang menjadi rumah pertama bagi bayi lobster atau nauplisoma. Di sinilah titik awal masa depan budidaya lobster dimulai.

Tantangan 40 Hari

Proses pemijahan lobster dari tahap nauplisoma hingga BBL (benih bening lobster) memakan waktu sekitar 6–7 bulan. Namun, tantangan terbesarnya justru terletak di 40 hari pertama.

“Itu masa paling kritis. Banyak nauplisoma tak bertahan hidup, karena belum ada teknologi yang betul-betul bisa menjaga mereka dalam jangka waktu itu,” jelas pengusaha muda Nahdlatul Ulama ini.

Fakta itu menjadi dasar keputusan strategis PEBITALEKARA: setiap minggu, nauplisoma akan dikirim ke gugusan Teluk Kangean. Di sana, mereka akan ditampung dalam keramba-keramba pemijahan yang dibangun terus-menerus. Tak tanggung-tanggung, Gus Lilur menargetkan 1 miliar nauplisoma bisa tumbuh di teluk tersebut.

Kerja Terukur, Mimpi Terstruktur

Keputusan ini bukan hanya soal menambah keramba. PEBITALEKARA juga bersiap menambah jumlah hatchery (tempat pembenihan), memperbanyak indukan lobster, hingga membeli kapal sendiri demi efisiensi distribusi laut. Semua dilakukan dengan target terukur: 25 juta nauplisoma setiap minggu.

“Langkah ini harus selaras, bukan terburu-buru. Kami siapkan tim khusus, kapal khusus, dan SDM yang terlatih. Ini bukan proyek jangka pendek,” ujar Gus Lilur.

Tak hanya soal produksi, pasar juga sudah disiapkan. Jika nauplisoma berhasil bertumbuh menjadi BBL, PEBITALEKARA bisa langsung menjual ke Badan Layanan Umum (BLU) Situbondo, yang siap membeli dengan harga kompetitif—sekitar Rp 10.000 per ekor.

“Tidak perlu lagi tergantung pasar luar. Kita punya jalur distribusi nasional yang siap,” tambah pria asal Situbondo ini.

Laut Sebagai Jalan Penghidupan

Langkah besar ini lahir dari keprihatinan, tapi juga dari cinta yang mendalam terhadap laut. Gus Lilur percaya bahwa laut bukan sekadar sumber daya, melainkan juga ruang kehidupan, penghidupan, dan masa depan. Di balik ribuan keramba yang akan dibangun, ada harapan untuk membuka lapangan kerja baru, memberdayakan nelayan lokal, dan menegakkan kembali kedaulatan pangan laut.

“Ini bukan hanya bisnis. Ini bentuk ibadah. Kita rawat laut, kita rawat hidup,” tutupnya.

Dari Teluk Kangean, langkah besar itu dimulai. Dengan doa dan kerja keras, satu miliar nauplisoma bukan hanya angka, melainkan simbol harapan dari laut untuk Indonesia. (***)

(Redaksi)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular