SURABAYA – Senin (26/12/2022) akhir tahun lalu, masyarakat Aceh dikejutkan dengan kedatangan ratusan pengungsi Rohingya yang mencari suaka akibat persekusi yang dilakukan junta militer di negara asal mereka, Myanmar. Nasib tersebut mendorong mereka untuk menyelamatkan diri dan mengungsi di negara-negara tetangga termasuk Indonesia.
Pengamat Hubungan Internasional Fadhila Inas Pratiwi menilai bahwa persekusi yang dilakukan junta militer Myanmar terhadap warganya sendiri yang berasal dari etnis Rohingya merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
“Hak-hak asasi manusianya jelas telah terlanggar,” ujar Fadhila dalam keterangan yang diterima redaksi cakrawarta.com, Kamis (5/1/2023).
Fadhila menyebutkan bahwa sejak 2012, pemerintah Indonesia sudah banyak memberikan bantuan humaniter kepada pengungsi etnis Rohingya. Menurutnya, negara-negara di Asia Tenggara merasakan dampak yang ditimbulkan permasalahan ini.
“Dengan tidak adanya mekanisme untuk mengatasi polemik Rohingya ini, dampak masalah pengungsi sangat dirasakan oleh negara-negara di asia tenggara termasuk Indonesia,” imbuhnya.
Sebenarnya, HAM dari pengungsi Rohingya merupakan tanggung jawab organisasi internasional yaitu UNHCR dan IOM. Meskipun demikian, Fadhila berujar bahwa negara berperan besar dalam penyelesaian masalah ini.
“Negara merupakan aktor yang krusial dan bisa langsung turun tangan untuk mengatasi pengungsi yang ke negaranya, serta menggunakan anggaran yang ada untuk mengatasi permasalahan pengungsi, seperti memberikan shelter, makanan, pakaian, dan kehidupan yang layak untuk pengungsi,” tegasnya.
Fadhila memaparkan, berdasarkan data yang dimilikinya, pemerintah Indonesia sendiri sudah melakukan usaha-usaha seperti menampung pengungsi dan berdiplomasi agar aksi kekerasan terhadap etnis Rohingya tidak kembali terjadi. Pada 2015 misalnya, sebanyak 1.800 pengungsi etnis Rohingya diselamatkan oleh nelayan di sepanjang pantai Aceh. Kementerian Luar Negeri juga telah memimpin koordinasi Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar (AKIM) untuk memberikan bantuan kemanusiaan di Rakhine.
Akan tetapi, Fadhila mengatakan bahwa terdapat limitasi terhadap usaha-usaha yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengatasi permasalahan tersebut.
“Mengingat ada nilai non-intervensi di ASEAN, sehingga negara-negara anggota tidak bisa menyelesaikan polemik pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya di Myanmar,” kilahnya.
Selain rintangan tersebut, menurut Fadhila, pemerintah Indonesia juga menghadapi halangan lain yaitu dibutuhkannya dana yang besar jika ingin menampung pengungsi Rohingya.
“Harus ada dana APBN yang dianggarkan untuk masalah pengungsi karena memang mengurus pengungsi membutuhkan dana yang besar,” tukasnya. Selain itu, terdapat pula ancaman bahwa kehadiran pengungsi justru akan meresahkan warga penduduk asli daerah setempat.
Meskipun begitu, Indonesia menurut alumnus University of Birmingham ini juga akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar apabila mampu menampung pengungsi Rohingya.
“Dengan hal tersebut, Indonesia akan mendapatkan rekognisi internasional sebagai negara yang ramah terhadap pengungsi,” tandasnya.
Fadhila menyarankan, harus ada mekanisme regional yang bisa membuat Myanmar tidak melakukan pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya.
“Karena ASEAN sampai saat ini, saya lihat belum mampu memberikan solusi yang terbaik terkait masalah etnis Rohingya ini,” pungkas dosen HI Universitas Airlangga itu.
(mar/pkip/bti)
I’m gone to say to my little brother, that he should also pay
a quick visit this website on regular basis to get updated from newest gossip.
thanks for info
Tube no longer limits the selection of your URLs; you can get an unlimited amount.
https://zslicensekey.com/itubego-youtube-downloader-crack/