Singapura, – Empat ratus siswi Methodist Girl School Singapura yang berkumpul di Hall Secondary Level sontak menjawab “Selamat Pagiii..” saat IGAK Satrya Wibawa, Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Singapura menyapa mereka, pada Jumat (10/5/2024).
Para siswi sekolah bergengsi di Singapura ini berkumpul untuk berpartisipasi dalam acara “The Glimpse of Indonesia”, yang bertujuan mengenalkan dan mempromosikan budaya Indonesia. Selain para siswa, hadir juga lima puluh guru-guru sekolah tersebut yang antusias mengarahkan dan berpartisipasi.
Miss Valeri Wilson, Kepala Methodist Girl School, berterima kasih atas dukungan KBRI Singapura dalam program ini.
”Mulai tahun ini, sekolah kami mendorong siswi-siswi kami untuk mengenal negara tetangga di regional ASEAN lebih dekat, terutama Indonesia sebagai negara partner utama Singapura,” ujarnya.
Menurut Valeri, ada keprihatinan bahwa generasi muda di Singapura lebih mengenal negara-negara di belahan Asia timur atau malah benua Eropa daripada negara di regional ASEAN yang lebih dekat secara geografis dan kebudayaan.
”Pengenalan kembali dan jika memungkinkan secara rutin budaya dan tradisi Indonesia kepada murid sekolah di Singapura menjadi sangat penting dan signifikan perannya dalam konteks hubungan kedua negara,” ujarnya.
The Glimpse of Indonesia ini menampilkan paparan dan penjelasan dari Atase Pendidikan & Kebudayaan, IGAK Satrya Wibawa, serta sekretaris fungsi Penerangan Sosial Budaya, Rizki Kusumastuti. Riski menjelaskan beberapa fakta sejarah dalam konteks dua negara, seperti penemu Singapura adalah sang Nila Utama dari Sumatera, termasuk bagaimana sejarah nama-nama lokasi atau jalan di Singapura yang berasal dari Indonesia.
”Dalam banyak hal, Indonesia dan Singapura memiliki banyak persamaan, sehingga dalam konteks relasional, persamaan kedua hal ini menjadi pondasi kuat,” tambah Rizki.
Persamaan aspek budaya dan sejarah ini menjadi salah satu faktor signifikan dalam pemetaan geopolitik dalam konteks ASEAN maupun ASIA.
”Pendekatan budaya menjadi strategi yang penting dalam hubungan kedua negara,” tambah IGAK Satrya Wibawa.
Apalagi, imbuhnya, sejak 2022, pemerintah Singapura melalui kementrian pendidikan Singapura memprioritaskan program-program yang berkaitan dengan Indonesia. Tahun 2022 saja, lebih dari 2000 mahasiswa Singapura menjalankan program dengan partner kampus di Indonesia sebagian besar pada program riset dan budaya. Methodist Girls School adalah salah satu sekolah tertua di Singapura yang berdiri sejak tahun 1881 dan menjadi salah satu sekolah khusus putri yang menjadi idaman banyak siswi. Sekolah ini punya sekitar 25 siswi berasal dari Indonesia yang studi dengan bantuan beasiswa ASEAN Scholarship pemerintah Singapura serta beasiswa internal yang disediakan sekolah ini.
”Program ini salah satunya memperkenalkan Indonesia tidak hanya Batam, Jakarta dan Bali, tiga destinasi utama warga Singapura, tapi juga ada Kalimantan, Sulawesi, atau daerah Nusa Tenggara,” tambah Satrya.
Acara ”Glimpse of Indonesia” ini selain berupa paparan, juga menampilkan tari piring yang dibawakan oleh siswi-siswi Sekolah Indonesia Singapura. Tari piring ini merupakan hasil didikan kegiatan ekstrakurikuler SIS yang fokus pada seni tradisi Indonesia. Siswi-siswi Methodist Girl School Singapura ini kemudian diajak untuk berpartisipasi dalam tari Gemu Fa Mi Re atau yang populer disebut sebagai tari Maumere. Siswi-siswi SIS memimpin dan memberikan contoh gerakan tari ini. Ratusan siswi salah satu sekolah tertua di Singapura ini awalnya kagok menirukan, tapi sangat antusias.
”Saya tidak pernah menari apapun sebelumnya, tapi ini menyenangkan. Saya akan cari di youtube nanti,” ujar Celine, siswa kelas dua, yang mengaku sering ke Indonesia tapi hanya ke Bali dan Batam.
”It’s fun. I like it,” katanya sambil menirukan gerakan tarian itu. Tiga ratusan siswi itu juga diikuti oleh para guru-gurunya.
”Diplomasi budaya seperti ini memang lebih strategis dan signifikan hasilnya,” ujar Satrya.
”Korea adalah contoh bagaimana diplomasi budaya menjadi sangat signifikan. Indonesia punya keunggulan di sisi budaya, yang harus kita elaborasi agar menjadi lebih efektif,” pungkas Satrya.
(rils/rafel)