Friday, October 31, 2025
spot_img
HomeEkonomikaTarif 19% dari AS, Indonesia Dinilai Masih Lebih Untung Dibanding Vietnam dan...

Tarif 19% dari AS, Indonesia Dinilai Masih Lebih Untung Dibanding Vietnam dan Thailand

Ilustrasi. (gambar: Cakrawarta)

SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Keputusan Presiden AS Donald Trump menetapkan tarif 19% untuk sejumlah produk impor asal Indonesia jadi pukulan ringan, namun tetap memukul sejumlah sektor ekspor nasional. Tarif ini jauh lebih rendah dari ancaman sebelumnya sebesar 32%, berkat upaya diplomasi perdagangan yang dinilai berhasil.

“Secara diplomasi, ini capaian penting. Kita berhasil mengurangi potensi kerugian besar di sektor padat karya,” ujar Unggul Heriqbaldi, pakar ekonomi internasional dari Universitas Airlangga.

Meski 19% tetap dianggap tinggi, angka ini menunjukkan posisi tawar Indonesia masih relevan di mata pasar global. Dibanding Vietnam yang dikenai tarif 46%, Thailand 36%, dan Malaysia 25%, Indonesia jelas lebih beruntung.

Sektor tekstil, alas kaki, furnitur kayu, dan perikanan menjadi yang paling terdampak. Tarif baru ini berpotensi menaikkan harga jual dan mendorong relokasi pesanan ke negara pesaing seperti Bangladesh dan Vietnam.

“AS masih menyerap 20–25% ekspor alas kaki dan pakaian jadi kita. Jika harga naik, buyer mudah berpindah ke negara lain,” jelas Unggul.

Sektor pertanian bernilai tambah rendah seperti udang beku, kelapa, dan minyak sawit olahan juga terdampak, terlebih di tengah hambatan logistik dan sertifikasi non tarif.

Pakar ekonomi internasional Universitas Airlangga, Unggul Heriqbaldi. (foto: dokumen pribadi)

Namun, Indonesia masih punya senjata andalan: struktur industri yang fleksibel, kualitas produksi, serta ketepatan pengiriman.

Peluang Rebut Pasar ASEAN

Unggul menilai tarif 19% justru membuka peluang besar. “Kita bisa merebut pasar dari Vietnam dan Thailand. Buyer global kini mencari alternatif di luar Vietnam,” tegasnya.

Indonesia kini berada di posisi strategis untuk merebut pesanan yang sebelumnya ditujukan ke negara tetangga.

Agar momentum ini tak hilang sia-sia, ada tiga langkah yang disarankan: memanfaatkan pergeseran rantai pasok global, memperkuat diplomasi dagang bilateral, dan mempercepat reformasi logistik dalam negeri.

“Tarif ini bukan ancaman. Ini sinyal untuk bergerak lebih cepat dan merebut peluang. Dunia boleh mengetatkan pasar, tapi Indonesia tidak boleh kehilangan arah,” pungkas Unggul.(*)

Editor: Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular