Wednesday, April 24, 2024

SUWUK

Mbak Nem, PRT ku, kembali membawa Nur anaknya saat kerja ke rumah. Nur anak laki-laki usia 6 tahun. Hari ini dia anteng, tenang dan asyik bermain hp sendirian di garasi belakang.

Ini ajaib, karena dua hari lalu Nur bikin rumah kami berantakan. Tegel rumah sampe cuwil karena barbel 2 kg an dijatuhkan dari ketinggian. Meja kaca di teras depan dibuat buram karena stock malam untuk menambal pintu saat banjir disebar seluruh meja, tuts piano digebuki, kulkas dibuka dan pintunya ditutup dengan keras hingga dalamnya berantakan. Dia juga lari2 di dalam rumah sambil teriak2. Pokoknya heboh dan kacau hari itu (1/4/22). Setelah mereka pulang pada sore harinya, kran taman depan dibuka hingga airnya menggenang spt kolam dan pot2 bunga bergelimpangan.

Suami mb Nem, mas Bambang, sedang nguli di proyek waduk Timanto, Rejoso di Nganjuk utara yg konon bakal terbesar se Jatim (kata mb Nem). Mas Bambang ingin menambah penghasilan keluarga. Biasanya mas Bambang bakul sayur di Pasar Wage yg hasilnya sangat tidak banyak. Jam 9 pagi suaminya sudah di rumah dan menjaga anak.

Mb Nem sendiri menolak berhenti menjadi PRT karena butuh penghasilan rutin untuk membayar cicilan motor. Menjadi kuli proyek tidak bisa diandalkan untuk jangka panjang. Plus, dia tdk yakin ketahanan fisik suami karena penyakit asam uratnya sering kumat.

Sambil menangis Mbak Nem ijin membawa anak sambil kerja di rumah. Setelah malu karena anaknya bikin rumah kacau, esoknya dia ijin tidak masuk kerja tapi siangnya dia kirim text:

“Bu saya sudah kerasan kerja di situ. Tapi anak saya bikin berantakan rumah. Lalu bagaimana saya membayar cicilan motor?”

Sorenya dia ke rumah dan kami membuat kesepakatan. Dia minta waktu untuk “menjinakkan” anaknya. Jika bisa berhasil maka akan dilanjutkan kerja bulanan. Jika tidak, akan beralih kerja harian. Seminggu 3 kali.

Hari itu, di hari pertama puasa adalah hari percobaan untuk proyek menertibkan anaknya. Hari Minggu tetapi mbak Nem minta masuk lembur sekalian untuk mengangsur utangnya padaku. Ajaib, Nur begitu tenang bermain hp di garasi dan tidak berulah seperti sebelumnya. Aku penasaran.

“Kamu apain si Nur mb? Kok bisa anteng?”
“Saya mintakan suwuk ke dukun bayi dan mbah Joko Tua”
“Joko Tua?”
“Tidak menikah. Mujarab suwuknya. Kapan dulu si Nur sakit gigi disuwuk juga sembuh.”

Hingga sore hari saat mereka balik pulang, si Nur bersikap manis. Aku tergelitik curiga ala pawang hujan di Mandalika. Ini local wisdom? Sepanjang hari itu, saat perut kosong kuping dan mata tampaknya menjadi lebih tajam untuk membaca fenomena semesta.

Nganjuk, 2 April 2022

 

EVA KUSUMA SUNDARI

Direktur Sarinah Institute

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular