JAKARTA – Gubernur Lemhanas (Lembaga Pertahanan Nasional), Letjen (Purn) Agus Widjoyo yang memfasilitasi Simposium Tragedi 65 beberapa waktu lalu dengan bertindak sebagai Ketua Pengarah dinilai tidak memahami sejarah pengkhinatan dan pengkhianatan PKI atas bangsanya. Karenanya Agus Widjoyo dinilai layak untuk diganti oleh Presiden Joko Widodo. Hal tersebut disampaikan oleh pengamat politik senior, Rahman Sabon Nama kepada redaksi cakrawarta.com melalui sambungan telepon.
“Tidak pantas seorang Gubernur Lemhanas sebagai pemimpin lembaga pendidikan pemimpin di negeri ini memfasilitasi simposium tragedi 65 PKI. Apalagi sampai menjadi Ketua Panitia Pengarah. Karenanya menurut hemat saya Gubernur Lemhanas ini harus dievaluasi dan kalau perlu diganti.” ujar Rahman Sabon Nama, Sabtu (14/5/2016) dini hari.
Rahman justru mengapresiasi acara pertemuan Menteri Pertahanan (Menhan), Ryamizard Riacudu dengan purnawiran TNI dan ormas Islam dan pemuda di Jakarta pada Jumat (13/5/2016) kemarin. Pertemuan tersebut terkait semaraknya isu dan kemunculan atribut PKI paska simposium tragedi PKI 1965.
“Saya sependapat dengan Menhan bahwa ada kegamangan kita mengenai sikap Menkopolhukam. Kenapa orang yang memberontak kok malah difasilitasi. Mengutip pendapat Letjen (Purn) Suryadi, saya mempertanyakan anggaran simposium itu dari mana dan siapa sih Agus Widjojo ini hingga Presiden memutuskan untuk melantik Agus Widjojo sebagai Gubernur Lemhanas,” tanya Rahman dengan nada tegas.
Rahman justru menduga adanya kesan pembiaran terhadap berkembangnya isu dan atribut PKI selama ini seolah ada tujuan menciptakan situasi chaos. Bahkan pria kelahiran NTT ini menyesalkan mengapa tidak ada pejabat di Kemenkopolhukam yang memberikan pernyataan tegas senada dengan instruksi Presiden soal isu PKI.
“Pernyataan yang tegas hanya muncul dari Menhan Ryamizard, KASAD dan Panglima Kostrad tapi dari pihak pejabat Kemenkopolhukam tidak ada. Ini sangat saya sesalkan,” ucap Rahman.
Dalam konteks ini, Rahman berharap agar Presiden Joko Widodo tidak terjebak dengan poin rekomendasi Simposium Tragedi 1965 dimana peserta Simposium meminta Pemerintah membentuk Komisi Kepresidenan untuk mengungkap kebenaran dengan memasukkan fakta-fakta sejarah versi mereka dalam pencatatan sejarah resmi dan negara harus melakukan rekonsiliasi dan rehabilitasi nasional serta memberikan kompensasi dan jaminan sosial sesuai dengan standar HAM secara universal.
(bm/bti)