Monday, December 9, 2024
spot_img
HomeGagasanPenyidikan dan Kewajiban Pengumpulan Dua Alat Bukti

Penyidikan dan Kewajiban Pengumpulan Dua Alat Bukti

2291_1037327693506_2770_n

Menyimak pemberitaan pada media daring Warta Kota edisi Rabu 11 Mei 2016(http://wartakota.tribunnews.com/2016/05/11/berita-video-kapolda-metro-desak-jaksa-terima-berkas-perkara-jessica), dimana Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol. Moechgiyarto mendesak jaksa pada Kejati DKI untuk mem-P21 berkas perkara Jessica, karena dinilai tidak ada kewajiban penyidik untuk mengumpulkan dua alat bukti dan (katanya) demi kepastian hukum biarlah hakim yang menentukan bersalah atau tidaknya seseorang berdasar Pasal 183 KUHAP.

Jika benar demikian, seharusnya Irjen Pol. Moechgiyarto dulu menyampaikan nasihatnya ini ketika ada gugatan pra peradilan dari Komjen Pol. Budi Gunawan vs KPK.

Masih sangat segar di ingatan publik bahwa status tersangka dari atasan Kapolda ini dibatalkan oleh hakim pra peradilan karena dianggap belum tersedia minimum 2 alat bukti. Semoga ini bukan bentuk standar ganda dari para panglima penyidik itu.

Bagaimanakah sesungguhnya penyidikan menurut KUHAP? Apakah benar penyidik tidak harus mengumpulkan minimal 2 alat bukti? Pasal 1 angka 2 KUHAP menyebutkan bahwa “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”

Dari susunan kata di atas tampak bahwa untuk tujuan akhir dari penyidikan adalah menemukan tersangka yang secara terbalik dapat kita maknai bahwa sebelum menetapkan tersangka harus didahului dengan “serangkaian tindakan penyidik dalam mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi”. Kapan seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka?

Selanjutnya secara eksplisit, prosedur penentuan tersangka juga dapat diperoleh dari definisi tersangka dalam ketentuan Pasal 1 angka 14 KUHAP yang menyebutkan bahwa, “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.” Sehingga bermakna, prosedur untuk menentukan seseorang menjadi tersangka harus ada “bukti permulaan.”

Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana dan kriteria bukti permulaan itu? Untuk menjelaskan silang pendapat mengenai bukti permulaan, Mahkamah Konstitusi telah memutuskan dalam amar putusannya Nomor 21/PUU/XII/2014, Secara singkat dapat difahami bahwa bukti permulaan yang cukup itu harus minimal dua alat bukti sebagaimana termuat dalam Pasal 184 KUHAP.

Pendeknya, dapat ditarik kesimpulan bahwa prosedur penetapan tersangka adalah, pertama, didahului dengan adanya penyidikan untuk mengumpulkan alat bukti, dan kedua, setelah terkumpul minimal 2 alat bukti berdasarkan ketentuan Pasal 184 KUHAP kemudian ditetapkanlah seseorang menjadi tersangka.

Sampai disini sesungguhnya telah tampak kekeliruan dari pendapat penerima penghargaan bergengsi Adhi Makayasa tahun 1986 tersebut. Pun seandainya pendapat Kapolda Metro Jaya Irjen Pol. Moechgiyarto tersebut diikuti oleh penyidik perkara Jessica, dan ternyata sampai penetapan tersangka belum diperoleh minimum 2 alat bukti, maka Jessica bisa meniru langkah Komjen Pol. Budi Gunawan untuk melakukan gugatan pra peradilan.

SUYANTO REKSASUMARTA

Mahasiswa Pascasarjana Program Magister Hukum Universitas Hasanuddin Makasar

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular