
Presiden Prabowo Subianto direncanakan akan membuat gebrakan yang dinilai sangat pro rakyat kecil yaitu kebijakan menghapuskan atau melakukan melakukan pemutihan utang petani dan nelayan. Tentu saja kebjakan tersebut menjadi sorotan publik mengenai akankah ia berhasi dan bagaimana dampaknya.
Kebijakan tersebut tentu memiliki beberapa aspek positif dan tantangan yang perlu dipertimbangkan secara mendalam. Dalam konteks ekonomi dan strategi manajemen nasional, pemutihan utang petani (dan juga nelayan) dapat dilihat sebagai langkah jangka pendek yang dapat meringankan beban petani, mengurangi risiko gagal bayar, dan meningkatkan kemampuan mereka untuk memulai kembali usaha tani mereka tanpa dibayangi oleh beban utang. Namun, langkah ini juga memerlukan perhatian terhadap dampak jangka panjang dan pelaksanaan yang cermat.
Aspek Positif dan Tantangannya
Kebijakan Presiden Prabowo Subianto tersebut jika kemudian benar-benar dieksekusi maka akan menjadi stimulus ekonomi perdesaan. Mengapa demikian? Karena kebijakan pemutihan utang dapat memicu peningkatan produktivitas pertanian dimana petani tidak lagi terbebani oleh cicilan utang, sehingga memungkinkan mereka untuk menginvestasikan kembali pada sektor peralatan, benih, dan teknologi baru.
Selain itu, kebijakan pemutihan utang tentu saja akan berdampak pada aspek peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat khususnya kelompok petani dan nelayan. Beban utang yang berat sering kali membuat petani hidup di bawah garis kemiskinan. Dengan penghapusan utang, daya beli mereka dapat meningkat, yang berdampak positif pada kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat perdesaan.
Namun, kebijakan ini bukan tanpa tantangan di level akar rumput khususnya pada kelompok sasaran. Aspek moral hazard penting menjadi perhatian pemerintah sehingga tujuan yang hendak dicapai bisa diraih. Mengapa demikian? Karena jika petani mengetahui bahwa utang mereka bisa dihapuskan oleh pemerintah, ada potensi mereka tidak akan mengelola keuangan mereka dengan hati-hati di masa depan, yang menciptakan risiko moral hazard.
Faktor berikutnya adalah apakah ada jaminan bahwa kebijakan tersebut akan kontinyu. Mengapa kebijakan ini penting untuk berkelanjutan? Karena penghapusan utang petani hanya mengatasi gejala, bukan akar masalah. Jika infrastruktur pertanian, akses ke pasar, teknologi, dan manajemen risiko gagal diperbaiki, petani akan terus menghadapi masalah yang sama di masa depan.
Saran Kebijakan
Karena itu, perlu juga menjadi perhatian pemerintahan Prabowo Subianto dengan Kabinet Merah Putihnya yang terkesan “gemuk” ini untuk bisa menerapkan kebijakan selain pemutihan utang untuk mendukung kinerja petani dan nelayan. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah kebijakan restrukturisasi utang. Alih-alih pemutihan penuh, restrukturisasi utang bisa menjadi solusi yang lebih berkelanjutan. Ini bisa berupa penundaan pembayaran, pengurangan suku bunga, atau pengaturan kembali jangka waktu pembayaran untuk mengurangi beban petani tanpa sepenuhnya menghapus kewajiban mereka. Langkah kedua, adalah dengan memberikan subsidi dan akses pembiayaan berbasis teknologi. Melalui kebijakan ini, pemerintah bisa menawarkan subsidi bunga untuk kredit pertanian serta akses pembiayaan berbasis teknologi seperti fintech yang memberikan kredit mikro dengan syarat yang lebih ringan. Selain itu, edukasi keuangan bagi petani untuk memahami manajemen keuangan yang lebih baik sangat penting.
Tak kalah penting adalah langkah ketiga yakni peningkatan infrastruktur pertanian. Untuk langkah ini, pemerintah harus bisa fokus pada peningkatan infrastruktur pertanian seperti irigasi, akses ke pasar, dan teknologi pertanian modern. Peningkatan ini akan membantu petani dan nelayan meningkatkan produktivitas dan pendapatan sehingga mereka lebih mampu membayar utang. Dan terakhir, dengan memberikan asuransi pertanian. Perlu diketahui, program asuransi pertanian bisa membantu melindungi petani dari kerugian yang disebabkan oleh faktor eksternal seperti bencana alam atau perubahan cuaca. Dengan adanya asuransi, risiko kegagalan panen bisa diminimalkan dan petani tidak akan terjerat utang setiap kali terjadi gagal panen.
Belajar Dari Negara Lain
Terkait rencana pemutihan utang, Presiden Prabowo Subianto dan tim Kabinetnya sebaiknya perlu belajar pada negara lainnya seperti India, Brasil dan Amerika Serikat.
India memiliki program pemutihan utang petani yang mirip, seperti Farm Loan Waiver Scheme yang diluncurkan pada 2008 dan beberapa kali dilanjutkan oleh berbagai negara bagian. Namun, studi menunjukkan bahwa meskipun pemutihan utang meredakan beban jangka pendek, hal ini tidak memperbaiki kesejahteraan petani dalam jangka panjang. Banyak petani tetap terjebak dalam siklus utang karena tidak ada perubahan signifikan dalam kebijakan pertanian, akses ke pasar, atau teknologi.
Sementara Brasil sebagai salah satu negara agraris besar, memiliki pendekatan yang berbeda. Pemerintah menyediakan kredit murah kepada petani melalui program seperti PRONAF atau Program Nasional untuk Mendukung Pertanian Keluarga. Brasil juga berfokus pada pembangunan infrastruktur, riset, dan teknologi yang meningkatkan produktivitas dan daya saing sektor pertanian, sehingga petani lebih mampu bersaing dan melunasi utang mereka.
Di sisi lain, Amerika Serikat sebagai salah satu negara besar justru menawarkan program asuransi hasil panen dan subsidi yang kuat untuk mendukung petani menghadapi risiko cuaca buruk dan fluktuasi harga pasar. Ini membantu petani di sana untuk mengurangi ketergantungan pada pinjaman komersial yang mahal dan menjaga kestabilan keuangan.
Program pemutihan utang petani di Indonesia dapat memberikan bantuan jangka pendek yang signifikan bagi petani, tetapi untuk memastikan manfaat jangka panjang, perlu diimbangi dengan kebijakan lain seperti peningkatan infrastruktur pertanian, akses ke pasar dan teknologi, serta restrukturisasi utang yang berkelanjutan.
Belajar dari kebijakan negara lain, pemerintah seharusnya bisa menciptakan ekosistem pertanian yang lebih stabil dan produktif, agar pemutihan utang bukanlah solusi yang berulang atau justru memiliki dampak negatif lainnya. Semoga.
TOFAN TRI NUGROHO
Dosen Fakultas Bisnis Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida)
Peneliti pada Institute for Strategic and Political Studies (INTRAPOLS)



