
JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di DPRD DKI Jakarta terancam tertunda. Hal ini menyusul masa kerja Panitia Khusus (Pansus) KTR yang akan berakhir pada 30 Juni 2025, sementara target pengesahan Perda KTR semula direncanakan pada Juli mendatang.
Selama dua hari pembahasan, Senin (23/6/2025) dan Selasa (24/6/2025), Pansus DPRD DKI yang dipimpin Suhaimi (PKS) dan Farah (Golkar) terpantau masih membahas secara normatif. Belum ada perdebatan tajam antar anggota dewan, kemungkinan karena pembahasan belum menyentuh pasal-pasal krusial.
Namun, menurut Sekretaris Jenderal Komnas Pengendalian Tembakau Tulus Abadi, situasi ini justru menimbulkan kekhawatiran. Jika masa kerja Pansus tidak diperpanjang secara cepat dengan surat keputusan (SK) baru, maka pengesahan Perda KTR bisa kembali molor.
“Ini sangat mengecewakan. Padahal urgensi Perda KTR sangat tinggi bagi Jakarta,” ujar Tulus dalam keterangannya, Selasa (24/6/2025).
Tulus menyoroti rendahnya tingkat kehadiran anggota Pansus dalam pembahasan yang hanya dihadiri 5-6 orang. Ia menilai Pansus harus bekerja lebih serius dan mempercepat proses pembahasan mengingat sejumlah alasan mendesak.
Pertama, Jakarta justru tertinggal dari daerah lain dalam hal regulasi kawasan tanpa rokok, padahal secara historis pernah menjadi pelopor nasional. Kedua, pembahasan Perda ini sudah tertunda selama 14 tahun, diduga karena kuatnya tekanan dari industri rokok. Ketiga, kewajiban daerah untuk memiliki Perda KTR sudah diamanatkan dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan.
“Kami mendesak agar tidak ada penundaan lagi, karena bisa menimbulkan kecurigaan. Jangan sampai ada ruang negosiasi terselubung yang berujung pada pembatalan pasal-pasal penting oleh kepentingan industri rokok,” tegas Tulus yang juga merupakan Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) itu.
Ia juga mengingatkan bahwa Jakarta sebagai ibu kota negara harus menjadi contoh kepatuhan terhadap regulasi kesehatan nasional, bukan justru menjadi episentrum tarik-menarik kepentingan.(*)
Editor: Tommy dan Abdel Rafi



