
PAMEKASAN, CAKRAWARTA.com – Kabar duka menyelimuti keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU), khususnya di Madura. Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Pamekasan, RKH Taufik Hasyim, wafat bersama istrinya dalam kecelakaan tragis di ruas Tol Pasuruan-Probolinggo, Sabtu (14/6/2025) dini hari.
RKH Taufik Hasyim, ulama muda kharismatik yang juga dikenal sebagai pendiri organisasi Nahdliyin Bergerak (NABRAK), meninggal dunia di tempat kejadian bersama sang istri, Amiratul Mawaddah. Kendaraan yang mereka tumpangi, Toyota Innova Zenix, mengalami tabrakan keras dengan sebuah truk di KM 835.600/A sekitar pukul 02.00 WIB.
Wafatnya RKH Taufik tidak hanya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan kerabat, tapi juga menyayat hati kader-kader NU, terutama mereka yang selama ini terinspirasi oleh semangat juangnya. Dalam catatan Firman Syah Ali, Panglima NABRAK, RKH Taufik bukan sekadar tokoh struktural NU, melainkan juga simbol perlawanan terhadap segala bentuk ujaran kebencian yang menyerang NU dan para ulama.

“Beliau adalah sosok pemimpin muda yang idealis, progresif, dan patriotik. Bahkan tak segan mengorbankan waktu dan hartanya demi membela NU,” ungkap Firman, mengenang sahabatnya itu. RKH Taufik, lanjutnya, adalah motor utama lahirnya NABRAK, sebuah gerakan sipil berbasis kader muda NU yang terbentuk pada tahun 2021 sebagai respons atas maraknya ujaran kebencian terhadap NU di Madura.
Selain dikenal sebagai pemikir dan penulis artikel keislaman, RKH Taufik juga menunjukkan komitmen militansi yang khas: diam-diam bekerja, namun tak pernah absen dalam setiap gerakan. Ia dekat dengan siapa saja, tak segan mendanai kegiatan, dan selalu setia mengawal semangat moderasi Islam.
Firman mengaku sangat kehilangan. “Api semangat juang dan warisan ilmu dari RKH Taufik Hasyim tak akan pernah padam di hati kader NU, terutama yang tergabung dalam milisi Nahdliyin Bergerak (NABRAK).”
Sebagai alumni Pondok Pesantren Lirboyo, RKH Taufik dikenal sebagai pribadi yang santun namun cerdas dan berani. Sosok yang lebih memilih aksi nyata ketimbang retorika. “Ia pendiam, tapi tegas dalam prinsip,” tambah Firman.
Kepergian RKH Taufik dan sang istri tak hanya menyisakan kepedihan, tapi juga sebuah amanat besar bagi generasi muda NU: menjaga warisan intelektual dan militansi moderat yang telah ia bangun.
Selamat jalan, Kyai. Perjuanganmu tak akan kami kubur bersama kepergianmu. Engkau telah menyalakan api, kami akan menjaganya tetap menyala.(*)
Editor: Abdel Rafi